Dec 8, 2020

SUATU METAFORA AKHIR

 

KHABAR DI BALIK TULANG DADA

 

Perjalanan rata dan liku

Menerobos teduhan dedaun reranting

Kekadang tersangkut luka berbekas

Kekadang terpancar senyum tanpa luka

Lapan telapak kaki beriringan

Menjadi sepuluh

Si kereput tua melangkah hadapan

Berulang satu dua dan tiga

Empat yang berada di dada berganti-ganti

 

Kedua tangan di belakang

Mampu mempacul tanah

Mampu mencedok sesudu gula


Dalam sebiji cawan kaca

Empat yang cuma mampu melambai kecil

 

Terkadang perjalanan hujan

Ada waktunya terik membakar

Ada kalanya sejuk menggigit

Menaiki sebuah gunung

Hidup dan kematian

Tergelincir dalam marah nasihat

Terluka dalam kata hina nista

Berkoreng dalam caci bungkam

 

Lidah dikunci tanpa jawab

Biarkanlah berlalu

Peti emas tersimpan

Anak kunci tenggelam di lautan

Biarlah badai membawa ke sana sini

Tertanam dalam lumpur pasir lautan

Namun masih mengingati anak kunci peti emas.

 

Ketika tinggal dua telapak kaki

Mendaki gunung berbatu

Tergelincir ke bawah namun setengah

Mengulang semula langkah dengan rasa tua

 

Poket  yang kosong tanpa apa-apa

Melewati awan kadang tiada kadang tebal

Adakalanya hitam dan acapkali tidak kelihatan

Berselimut malam

 

 

Lalu kembali ke tengah gunung

Masih dua telapak kaki

Dan menanti yang enam

Kembali enam tanpa ke gunung

Tidak melewati gunung si kerepot berdiri

Namun langkah dua telapak juga menelusuri

Dingin kaki dan tubuh di waktu gelap

Dua mata terbuka maka telah tiba

Enam yang berada di kawasan sejuknya lautan

Yang jauh di kata kereput tiada mampunya

 

Mendaki semula gunung yang tadi hampir setengah

Jatuh di setengah

Bangkit kembali dengan telapak dua belas

Namun kembali tergelincir jua di tengah

Terseret menjadi setengah di setengah

Begitu payah mendakinya

Ujian dan dugaan tetap dilalui

 

Kosong dan sembilan

Berlalu pergi si kerepot terusir arah

Melalui denai sendirian mencari di mana

Terkadang di hadapan mata

Namun terhalang duri bisa yang amat berbisa

Ada waktunya haramlah si kerepot

Ada waktunya halal si kerepot

 

Lapan telapak sudah menjadi besar

Ada yang memandui hidup

Ada yang bermula hidup

Perkhabaran dari jauh entah di mana

Ada waktunya benar

Ada kalanya khayal

 

Seabad ditambah seangka

Ada kenangan di tengah gunung

Telapak kaki yang lapan masih dicari

Di mana telapak perginya

Ke mana arahnya

Bagaimana keadaannya

Walau kini telapak yang lapan bertambah dua

Tanpa sedar barangkali tanpa terima

Telapak yang sepuluh dari si kerepot adalah sama

Jejari tangan adalah sama

Pun begitu dua telapak kaki akhir

Sedang  melangkah

Nantinya akan bersama lapan di hadapannya

Mampu mengejar lapan untuk bersama

Melangkah menggantikan si kerepot

Sudah berkoreng kakinya

Menjadi pemacak bendera di atas puncak

Namun itulah harapan

Walau barangkali si kerepot

Tiada jemputan atas setiap kemenangan mereka

Lahir dari balik dada

Yang barangkali sudah bersatu bersama tanah

Esok atau lusanya

Apa yang dimiliki

Sekadar dua telapak tangan

Terangkat di dahi

Tertunduk kepala

Mendongak ke langit

Walau terhalang pepejal di hadapan

Agar sepuluh yang di hadapan

Selamat dan terlindung

Dari kegelinciran sakitnya perjalanan

Menanti harapan

Bisa melangkah

walau bertatih merangkak

Menjadi dua belas

Di belakang.