الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء و المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين

أهلا وسهلا بكم

إذا كانت هذه زيارتك الأولى للمنتدى، فيرجى التفضل بزيارة صفحة التعليمات كما يشرفنا أن تقوم بالتسجيل ، إذا رغبت بالمشاركة في المنتدى، أما إذا رغبت بقراءة المواضيع والإطلاع فتفضل بزيارة القسم الذي ترغب أدناه.

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله يقول: "إن إبليس قال لربه: بعزتك وجلالك لا أبرح أغوي بني آدم مادامت الأرواح فيهم - فقال الله: فبعزتي وجلالي لا أبرح أغفر لهم ما استغفروني"



اللّهم طهّر لساني من الكذب ، وقلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، وبصري من الخيانة ,, فإنّك تعلم خائنة الأعين ,, وما تخفي الصدور

اللهم استَخدِمني ولاَ تستَبدِلني، وانفَع بيِ، واجعَل عَملي خَالصاً لِوجهك الكَريم ... يا الله


اللهــم اجعل عملي على تمبـلر صالحاً,, واجعله لوجهك خالصاً,, ولا تجعل لأحد فيه شيئاً ,, وتقبل مني واجعله نورا لي في قبري,, وحسن خاتمة لي عند مماتي ,, ونجاةً من النار ومغفرةً من كل ذنب

يارب يارب يارب

    KEMASKINI

    _

    _
    ALLAHUMMA YA ALLAH BERIKANLAH KEJAYAAN DUNIA AKHIRAT PADAKU , AHLI KELUARGAKU DAN SEMUA YANG MEMBACA KARYA-KARYA YANG KUTULIS KERANA-MU AAMIIN YA RABBAL A'LAMIIN “Ya Allah, maafkanlah kesalahan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa-dosa kedua ibu bapa kami, saudara-saudara kami serta sahabat-sahabat kami. Dan Engkau kurniakanlah rahmatMu kepada seluruh hamba-hambaMu. Ya Allah, dengan rendah diri dan rasa hina yang sangat tinggi. Lindungilah kami dari kesesatan kejahilan yang nyata mahupun yang terselindung. Sesungguhnya tiadalah sebaik-baik perlindung selain Engkau. Jauhkanlah kami dari syirik dan kekaguman kepada diri sendiri. Hindarkanlah kami dari kata-kata yang dusta. Sesungguhnya Engkaulah yang maha berkuasa di atas setiap sesuatu.”

    Asas Al-Qur'an Al-Karim

     ________________________________________________________________________________
    Tajuk-tajuk :
    1.0    Definisi Al-Qur'an Al-Karim
    2.0    Mengapa perlu kepada Tafsir
    3.0    Perhatian Ulama' Salaf terhadap Tafsir
    4.0    Tafsir dengan Ra'yu
    5.0    Terpengaruhnya Tafsir oleh Kebudayaan dan Peredaran Masa
    6.0    Beberapa kekeliruan Ahli Tafsir
    6.1     Dalam Masalah Kisah dan Mujizat
    6.2     Tentang Pengetahuan Alam
    6.3     Tentang Perkara Ghaib dan Sifat-sifat Allah
    7.0    Tafsir yang Paling Baik dan Jalan yang Paling Dekat untuk Memahami al-Qur'an

    1.0    Definisi Al-Qur'an Al-Karim

    Iaitu sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah s.a.w yang mafhumnya:
    Al-Quran ialah: sebuah kitabullah tabaraka wata'ala yang di dalamnya terdapat berita orang-orang sebelum kamu dan sesudah kamu, dan menghukumi apa yang terjadi di antara kamu; dia adalah membentangkan mana yang benar dan mana salah, bukan suatu permainan. Barangsiapa meninggalkannya kerana sombong, maka Allah akan membinasakan dia dan barangsiapa mencari pimpinan selain al-Quran akan disesatkannya oleh Allah, dia adalah tali Allah yang kokoh dan cahaya-Nya yang menerangi serta peringatan yang sangat bijaksana; dia adalah jalan yang lurus. Dengan berpedoman padanya seluruh keinginan manusia tidak akan salah lidah tidak akan bercampur, pendapat tidak akan bercenang perenang. Dan dengan bersumber daripadanya para 'ulama' tidak akan merasa kenyang, dan orang-orang yang taqwa tidak akan bosan. Dia tidak akan larut kerana banyaknya yang menentang, dan keindahan-keindahannya tidak akan habis. Dialah yang jin apabila mendengarnya tidak habis-habisnya mengatakan "sungguh kami tetah rmendengar suatu bacaaan yagn sangat mengkagumkan sekali". Barangsiapa mengetahui ilmunya pasti akan unggul dan barangsiapa berkata dengan dia pasti benar; dan barangsiapa berhukurn dengannya pasti adil; dan barangsiapa beramal dengannya pasti diberi pahala, serta barangsiapa mengajak orang kepadanya pasti akan terpimpin ke jalan yang lurus."
    Itulah al-Quranul Karim yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya untuk dibaca oleh segenap kaum muslimin, sehingga dengan demikian hati mereka akan terbuka, kalbu mereka akan bersinar terang, dan kelak pada hari kemudian mereka akan mendapat pahala di sisi Allah.
    Tidak ada seorang pun dapat bertaqarrub kepada Allah dengan suatu perkataan yang seperti kalamullah ini.
    Selanjutnya diharapkan. kiranya al-Quran itu dapat dijadikan pedoman hidup dan tatacara bermasyarakat, bagi meniti jalan hidup bahagia dalam kehidupan di dunia ini, serta jalan untuk kebahagian dan keselamatan abadi di akhir kelak.
    Firman Allah yang mafhumnya:
    "Barangsiapa beramal saleh baik daripada laki-laki atau perempuan, sedang dia beriman, maka sungguh akan Kami beri dia kehidupan yang baik dan akan Kami sempurnakan pahala mereka dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan apa yang mereka lakukan"  (An-Nahl: 97)
    "Barangsiapa berpaling daripada peringatan-Ku ini (al-Qur'an) maka sesungguhnya dia akan mendapat kehidupan yang sempit, dan akan Kami himpun dia di hari qiyamat nanti dengan keadaan buta"  (Taha: 124)
    Dengan demikian. maka apa yang dimaksud oleh Quran itu bukan sekadar untuk dibaca atau mencari barakah sebab ia sendiri pada hakikatnya sudah merupakan barakah. Namun barakahnya yang besar itu terletak dalam penghayatannya terhadap al-Quran serta memaham akan arti dan maksudnya. Kemudian direalisasikan dalam bentuk amalan kehidupan tanpa membeda-bedakan. Barang siapa tidak berbuat demikian atau dia merasa cukup dengan membacanya  tanpa menghayati dan mengamalkan kandungannya, maka sangat dikhuatiri dia akan terlibat dalam ancaman hadith Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Hudaifah yang mafhumnya:
    "Hai sekalian ahli baca Quran! Berlaku luruslah kamu, sebab kamu sungguh terlampau maju. Kalau kamu mengambil kanan dan kiri, sungguh kamu akan jauh tersesat"   (Bukhari)
    2.0    Mengapa Perlu pada Tafsir
    Oleh kerana itu semua, sangat diperlukan suatu tafsir yang dapat memberikan pengertian akan makna dan maksud yang jelas, dapat memenuhi pengetahuan manusia, meskipun al-Quran itu sendiri sebenarnya telah dimudahkan Allah dengan semudah-mudahnya.
    Firman Allah yang mafhumnya:
    "Sungguh telah kami mudahkan al-Quran itu sebagai peringatan, adakah orang yang mau ingat?"  (Al-Qamar: 17)
    "Sungguh telah kami mudahkan al-Quran itu dalam lidahmu supaya kamu dapat memberikan kabar gembira dengan dia kepada orang?orang yang tawqa. dan dengan dta kamu dapat menyadarkan satu kaum yang sangat membantah"  (Maryam: 97)
    "Sungguh telah kami mudahkan dia dalam lidahnya supaya mereka itu mau mengingat-ingat"  (Ad-Dukhan: 58)
    Akan tetapi setelah banyaknya suara yang merdu dan riuhnya irama serta meluasnya bahasa pasaran dan banyak orang yang meninggalkan bahasa fushah, maka manusia sangat memerlukan penjelasan, atau tafsir dan interpretasi terhadap kata-kata dan susunan al-Quran yang kadang-kadang artinya itu tidak jelas, atau maudhu'nya tidak mudah diketahui manusia, padahal al-Quran adalah panduan dasar dalam urusan ad-Din mahupun dalam urusan kehidupan harian. Sedang Allah sendiri telah menghimpun dalam al-Quran ilmu tentang kedua persoalan tersebut dan yang berkaitan dengan keduanya seperti pengetahuan-pengetahuan, yang kemampuan otak manusia bertingkat dalam menjangkaunya.
    Zaman dan analisis orang akan terus berlangsung, tiada henti-hentinya untuk menyingkap mutiara keindahannya serta menjelaskan keelokan dan keindahannya. Firman Allah yang  mafhumnya:
    "Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekusaan Kami di ufuk dan pada diri-diri mereka sendiri, sehingga akan jelas bagi mereka, bahwa al-Quran itu adalah benar, apakah tidak cukup, bahawa Tuhanmu itu Maha menyaksikan segala sesuatu!"  (Fussilat: 53)
    Diriwayatkan. bahwa 'Ali bin Abi Talib pernah ditanya orang:
    "Apakah Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh kamu sebagai ahlul bait secara khusus?" Dia menjawab: "Tidak! Kecuali faham yang diberikan kepada seseorang terhadap kitabullah serta apa yang tersurat dalam lembaran ini." Kemudian 'Ali menunjukkan lembaran yang dimaksud, di dalamnya terdapat beberapa hukum.
    Dari sinilah mulai timbulnya apa yang kini disebut "Ilmu Tafsir". Namun waktu itu masih bersifat sederhana. Kemudian ilmu ini terus dikembangkan  oleh manusia sehingga sekarang ini kita dapat mewarisi sejumlah tafsir yang beraneka ragam, sebahagiannya memang berbentuk hidayah dan nur, sedang sebahagian lagi berbentuk pembicaraan pengetahuan ilmiyah, segala-galanya ada kecuali tentang tafsir al-Quran.
    3.0     Perhatian Ulama’ Salaf terhadap Tafsir
    'Ulama' salaf sangat mementingkan sekali untuk mengetahui maksud al Quranul Karim. Mereka mengakui keutamaan orang yang mengetahui sedikit tentang tafsir.
    Diriwayatkan dari 'Ali r.a., bahawa dia pernah menyebut-nyebut tentang Jabir bin 'Abdullah dan disifatinya sebagai ahli ilmu, kemudian ada seorang laki laki mengatakan kepadanya : Dapatkah kiranya saya menjadi penebus tuan? Engkau mensifati Jabir sebagai ahli ilmu, padahal tuan pun juga demikian. Kemudian ia berkata: Sesungguhnya dia (Jabir) mengetahui tafsiran firman Allah yang mafhumnya :
    "Sesungguhnya Dzat yang telah rnewajibkan atasmu al Quran itu, sungguh akan mengembalikanmu di tempat kembali" (Al-Qasas: 85)
    Mujahid mengatakan : "Orang yang paling dicintai Allah ialah orang yang lebih mengerti tentang apa yang diturunkanNya."
    Al Hasan berkata : "Demi Allah! Allah tidak akan menurunkan satu ayat, melainkan Ia sangat menyukai orang yang mengetahui tentang apa yang diturunkanNya itu serta apa yang dimaksudkanNya."
    Al Sya'bi berkata : "Masruq pernah pergi ke Basrah justeru untuk mengetahui penafsiran satu ayat. Kemudian ia diberitahu, bahawa orang yang mengetahui tentang tafsiran ayat tersebut kini sedang pergi ke Syam, maka ia bersiap siap pula untuk menyusulnya ke Syam, sehingga ia mengetahui tafsir ayat tersebut."
    Ikrimah berkata tentang firman Allah yang mafhumnya :
    "Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk berhijrah kepada Allah dan Rasul”  (Al-Nisa’: 100)
    "Saya mencari nama orang yang mengetahui penafsirannya, selama empat belas tahun belum dapat."
    Ibnu 'Abdil Bar berkata : "Dia yang dicari itu ialah Damrah bin Habib."
    Ibnu 'Abbas berkata : "Saya pernah tinggal dua tahun untuk menanyakan kepada 'Umar tentang nama dua perempuan yang tidak lain maksud saya hanya untuk menghorrnati a1 Quran maka jawab Umar, iaitu : Hafshah dan ‘Aisyah"
    'Iyas bin Mu'awiyah pun pernah juga berkata : "Perumpamaan orang yang membaca a1 Quran dengan yang tidak mengetahui tafsirnya. bagaikan satu kaum yang menerima surat daripada rajanya pada waktu malam, sedang mereka tidak mempunyai lampu, kemudian mereka diliputi oleh suasana takut tetapi tidak mengetahui apa yang tersurat. Dan perumpamaan orang yang mengetahui tafsir, bagaikan orang yang membawa lampu, kemudian mereka dapat membaca apa yang tersurat dalam surat tersebut."  (Al-Qurtubi)
    4.0     Tafsir dengan Ra'yu
    Kerana demikian besarnya pengharapan terhadap tafsir dan ahli ahli tafsir yang mengetahui tentang sebab dan maksud diturunkannya ayat ayat al Quran, maka para 'ulama’ salaf selalu berhati hati dalam masalah tafsir al Quran agar ayat ayat al Quran itu tidak diertikan menurut faham mereka untuk tujuan tertentu, atau demi memenuhi selera beberapa gelintir manusia atau kerana ada masalah masalah yang mendatang. Akan tetapi mereka senantiasa membersihkan diri mereka daripada maksud itu semua sehingga benar benar al Quran merupakan panduan dalam seluruh sikap dan perbuatan dan keinginan keinginan nafsunya sanggup mengikuti apa yang dibawanya oleh Rasulullah s.a.w.
    Inilah yang dinamakan ketegasan iman. Dan dari sinilah maka kebanyakan ahli tafsir itu merasa berat dalam mentafsirkan sesuatu ayat dan takut mengatakan tentang al Quran dengan pemikirannya.
    Ibnu 'Atiyah berkata : "Kebanyakan 'Ulama salaf yang baik baik seperti Sa'id bin Musayyib, 'Amir al Sya'bi dan lain lain mengagungkan tafsir al Quran dan mereka berhenti sejenak, kerana menjaga diri dan berhati hati padahal mereka sebenarnya telah mengetahui dan sudah maju"
    Abu Bakar al-Anbari berkata : "Kebanyakan 'Ulama' salaf dahuiu itu sangat berhati hati dalam mentafsirkan ayat ayat yang musykil. Sehingga berpendapat, bahawa orang yang mentafsirkan al Quran tidak sesuai dengan kehendak Allah harus dilarang berbicara. Sedang yang lain khuatir kalau kalau tafsir itu akan diadikan sebagai pedoman untuk membina madhhabnya dan memilih alirannya."
    Barangkali apa yang dimaksud dalam pendapat kedua ini, iaitu tentang mentafsir al Quran dengan ra'yunya kemudian salah, tetapi ia mengatakan : "imanku dalam masalah tafsir al Quran dengan ra'yu ialah kepada si polan, salah seorang 'ulama’ salaf “
    Abu Mulaihah meriwayatkan bahawa Abu Bakar al Siddiq pernah ditanya tentang mentafsirkan satu huruf daripada ayat al Quran. Kemudian ia mengatakan : "Hei! Langit mana yang akan rnenaungi aku, bumi mana yang akan mahu menelan aku, ke mana aku hendak pergi dan apa yang hendak kuperbuat jika aku mengatakan tentang satu huruf daripada Kitabullah yang tidak sesuai dengan maksud Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi?"
    Jundub pernah juga meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda yang mafhumnya:
    "Barangsiapa berkata tentang al Quran dengan ra'yunya, kemudian ia benar, maka tetap dinilai bersalah"  (Al-Qurtubi)
    Apa yang dimaksudkan dengan ra'yu di sini ialah seseorang itu mengatakan sesuatu tanpa ilmu kerana merasa malu atau merasa susah atau supaya tidak dikatakan bodoh, atau kerana hendak berhukum dengan hawa nafsu kerana mementingkan nafsu sehingga nafsunya itu boleh menyimpangkan daripada yang benar dan berpaling daripada jalan Allah. Maka seandainya kebetulan pendapatnya itu benar, tetapi kerana niatnya sudah demikian, maka tetap dia dinilai salah dan berdosa.
    Sedangkan dalam hal lain pula, orang orang yang berijtihad mencari kebenaran dengan menghindarkan diri daripada pengaruh-pengaruh hawa nafsu, mereka itu pasti akan mendapat pahala. Kalau ternyata ijtihadnya itu salah, mereka akan mendapat satu pahala, sedang kalau benar akan mendapat dua pahala. Insya' Allah!
    Dengan demikian. maka dapatlah diwujudkan keseimbangan antara tentangan ‘ulama' salaf dalam masalah tafsir dan penghargaan mereka kepada ahli ahli tafsir, dengan kekhuatiran mereka untuk mengatakan tentang al Quran dengan ra'yu serta larangan hadith dalam hal tersebut.
    5.0     Terpengaruhnya Tafsir oleh Kebudayaan dan Peredaran Masa
    Tidak diragukan lagi bahawa tafsir sangat terpengaruh oleh perkembangan masyarakat dan kebudayaan dalam pelbagai masa perkembangan Islam.
    Mula mula tafsir timbul dengan datar dan sederhana iaitu cukup
    dengan mentafsirkan beberapa ayat dan peristiwa peristiwa, kerana mereka sudah merasa cukup dengan tabi'at keasliannya serta bahasanya yang berkesan. Di samping mereka sendiri masih selalu akan menegakkannya dan merasa cukup dengan tingkah laku yang mereka saksikan sendiri pada diri Nabi s.a.w, sahabat dan tabi'in.
    Kemudian datanglah masa pembukuan dan cerita cerita, sehingga banyak risalah ditulis dalam tafsir yang tidak berpangkal pada riwayat riwayat manqul. Dan banyak pula kisah kisah yang tidak benar dan tidak ada hubungannya dengan asbab al nuzul dan kebenaran hukum. Bakan sementara ada yang bersumber daripada ahli kitab, ada yang sangat kering dan ada pula yang berlebih-lebihan.
    Hal semacam itu diketahui oleh ahli ahli Tafsir. Untuk itu maka dibuatlah kitab kitab tafsir dengan menggunakan sistem yang bersumberkan riwayat, atau yang biasa diistilahkan dengan nama tafsir bi al ma'thut, atau tafsir al Quran dengan dasar riwayat.
    Kitab tafsir yang terbesar, tinggi, kuat, bermanfaat dan luas ialah Tafsir Imam Muhammad bin Jarir al Tabari, meninggal tahun 310 H yang diberi nama "Tafsir Bayan fi Tafsir al Quran", iaitu penjelasan.yang menyeluruh tentang tafsir al Quran.
    Kemudian tiba pula saatnya zaman penterjemahan dan pemikiran falsafah dan berkait rapat dengan pengetahuan Parsi dan Yunani. Maka terjadilah pertentangan pertentangan antara ahli ahli falsafah islam dengan para 'ulama' dalam bidang 'aqidah serta masalah-masalah furu'iyah. Kemudian terjadilah pembetulan terhadap kitab-kitab tafsir yang menggunakan sistem ini kerana banyak memuat teori teori falsafah dan beristidlal dengan ayat ayat demi membela pendapat dan madhhab atau aliran 'aqidah yang bermacam macaim itu. Tidak kurang juga ahli ahli tafsir yang berijtihad dengan beristimbat daripada ayat yang kiranya sesuai dengan madhhabnya dalam persoalan furu'iyah. Peristiwa seperti ini biasa terjadi.
    Ada juga sementara kitab tafsir yang ditulis semata mata kerana terdorong untuk menyanggah sesuatu kitab sebelumnya. Ini dapat diketahui secara jelas dalam tafsir Fakhr al Razi (w. 606 H) yang diberi nama Mafatih al Ghaib dan dapat dijumpai dalam tafsir Zamakhsyari (w. 538 H) yang diberi nama al Kasysyaf.
    Sementara itu para pengkritik menamakan tafsir dengan sistem seperti ini sebagai Tafsir bi al Ma'qul, atau tafsir dengan aqal.
    Dan banyak pula ahli ahli bahasa yang mentafsirkan al Quran secara lughawi, kemudian mereka menjurus dengan menitik beratkan kepada bidang balaghah, lughah, nahwu dan sebagainya. Ini dapat dijumpai dalam tafsir Zajjaj, al Wahidi dan Abi Hayyan al Andalusi. Bahkan kini telah beredar pula Kitab al Mufradat, iaitu kamus kata-kata dalam al Quran oleh al Raghib al Asfahani, salah seorang 'ulama' abad ke 6 H.
    Banyak pula ahli ahli tafsir moden yang mengarahkan perhatiannya kepada perkembangan pesatnya ilmu pengetahuan dan bagaimana keterangan dan isyarat al Quran terhadap hal tersebut seperti tentang pokok pokok pengetahuan alam; rahsia alam dan peristiwa peristiwa alam yang nampak. Tafsir yang seperti ini dilakukan oleh al Syeikh Tantawi Jauhari dalam tafsirnya al Jawahir. Ada pula ahli tafsir yang lebih banyak mengarahkan perhatiannya untuk memberikan penjelasan tentang masalah masalah sosial dan jalannya hidayah serta sebab sebab terjadinya perkembangan sejarah dengan beristimbat daripada beberapa ayat al Quran untuk memberikan dorongan kepada kaum muslimin mengembalikan keluhuran mereka kepada al Quran serta keterikatan hidup sosial mereka dengan ajaran dan syari'at al Quran. Tafsir seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh Syeikh Muhammad Abduh dan kemudian dilanjutkan oleh pewaris dan muridnya Sayid Rasyid Rida dalam tafsirnya yang diberi nama al Manar.
    Begitulah kami dapati beberapa metod penulisan tafsir yang selalu berkembang mengikuti perkembangan pentafsirannya dan perkembangan keadaan itu sendiri. Inipun persoalan yang biasa terjadi sebagaimana telah kami kemukakan di atas. Sebab ahli ahli tafsir' itu sendiri akan menggambarkan apa yang mereka dapat hayati daripada ayat ayat Quran itu dan ketajaman otak mereka serta kelengkapan pengetahuan mereka terhadap perkembangan pengetahuan pada masa mereka itu. Kesemuanya itu sudah pasti akan nampak dengan jelas dalam goresan pena mereka dan kemampanan pendapat mereka.
    Di sini kami tidak mahu menampilkan seluruh kitab tafsir untuk diteliti. Cara semacam itu bukan menjadi tujuan kami dalam pembahasan ini. Akan tetapi kami merasa cukup dengan menampilkan beberapa contoh sahaja.
    6.0     Beberapa Kekeliruan Ahli Tafsir
    Terpengaruhnya method penulisan tafsir dengan kebudayaan dan alam hidup ahli ahli tafsir itu banyak sekali menyebabkan sebahagian mereka membuat kesilapan dan menyimpang daripada kebenaran dalam memahami atau mengambil pelajaran, lebih lebih kalau mereka itu tidak mendalami pelajaran syara', bahasa dan al-Din yang kesemuanva itu banyak sekali memberi bantuan dalam benar benar memahami dan mengetahui apa gang dimaksudkan. Justeru itulah kita temui kesalahan kesalahan yang dilakukan oleh orientalis lebih banyak daripada orang lain dalam menganalisis al-Quran kerana kelemahan mereka terhadap pengetahuan bahasa serta jauhnya merika daripada berpegang kepada ajaran ajaran islam yang benar.
    Ini terjadi bagi orang yang dengan bebas mengkhususkan dirinya untuk mempelajari al Quran, apalagi bagi orang orang mempelajari tafsir al Quran itu kerana ada latar belakang tertentu!
    Cara mereka ini kemudian diikuti oleh para pengamat yang tidak memiliki bekalan tentang ajaran ajaran Islam.
    Dan banyak sekali nampak kesalahan kesalahan itu terletak pada cara menetapkan ungkapan dan keterbatasannya dalam memenuhi apa yang dimaksud. Yakni sekiranya pengertian ini diolah dalam ungkapan yang lebih halus dan bijaksana, nescaya lebih dapat menunjukkan maksud penulisnya dan lebih dapat memenuhi kehendaknya, dengan menggunakan kesopanan yang wajar dalam memasuki pembicaraan pembicaraan seperti ini; dan berjalan menuju kebenaran dan mengikuti logik yang wajar demi mencari kebenaran.
    Barangkali akan berguna juga kalau di sini kami bawakan beberapa contoh dengan singkat tentang kekeliruan kekeliruan sistem yang dilakukan oleh sebahagian penulisan terhadap beberapa maksud ayat al Quran dalam pelbagai hal. Kiranya contoh contoh ini akan menjadikan satu peringatan dan kejelasan.
    6.1     Dalam Masalah dan Mu'jizat
    Al-Quranul Karim banyak sekali membawakan kisah kisah para Nabi dan Rasul yang dituturkannya sekelumit mu'jizat mu'jizat mereka itu. Tetapi yang sudah pasti, bahwa penampilan kisah dan mu'jizat itu semua bukan sekadar mencatat peristiwa secara kronologi membatasi masa kerana ada gangguan dan kesamaran, bukan semata mata untuk mencatat sejarah peristiwa itu terjadi dan tokoh tokoh perseorangan, dan tidak juga demi pembicaraan istilah istilah sejarah dan kebudayaan. Tetapi tujuan penampilan itu semua tidak lain demi suatu hidayah peringatan dan demi satu pelajaran (‘ibrah). Sebab prinsip prinsip hidayah ini akan benar benar kukuh dalam jiwa manusia melalui penampilan kisah kisah ini dan peristiwa peristiwa yang terjadi di hadapan para pendengar dan pembaca. Dan al Quran sendiri dengan tegas telah menyatakan :
    "Sungguh dalam kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang orang yang mempunyai fikiran yang jernih. Bukan sekadar ceritera yang dibuat buat, tetapi demi membenarkan apa yang berada di hadapan dia, dan akan membentangkan tiap tiap sesuatu, dan sebagai hidayah serta rahmat bagi kaum yang beriman."  (Yusuf: 111)
    Dan yang sudah jelas pula, bahawa apa yang dikatakan oleh Quran dalam segi ini, bagi seorang mu'min adalah benar dan tidak diragukan lagi. Sedang istilah istilah sejarah tidak mungkin dapat membawakan kisah yang sebenarnya yang sama sekali berbeda dengan kisah yang ditampilkan oleh al Quranul al Karim. Ini memang benar! Sebab kadang kadang pengetahuan sejarah itu sendiri tidak mampu sampai kepada sebahagian apa yang dituturkan oleh al Quran dengan semata mata alat pengetahuan itu. Oleh kerana itu apa yang dituturkan al Quran sudah merupakan tambahan bagi pengetahuan sejarah. Bahkan sejarah itu sendiri dengan methodnya yang khas kadang kadang tidak mampu mendapatkan maklumat tentang apa yang disebut dalam Quran.
    Namun, kiranya perlu diperhatikan juga bahwa kelemahan pengetahuan sejarah untuk mengetahui dan mencari maklumat ini bukan bererti menunjukkan ketidakbenaran al Quran. Sebab kelemahan pengetahuan untuk mengetahui sesuatu bukan merupakan bukti tiadanya sesuatu itu.
    Punca punca masalah adalah seperti berikut :
    Ahli sejarah ada dua macam :
    1. Golongan yang tidak beriman kepada al Quran dan tidak menjadikan wahyu al Quran itu sebagai Agama.
    Golongan ini beranggapan bahawa al Quran tidak patut dinyatakan sebagai standard buku sejarah yang dapat dijadikan pedoman dalam penelitian ilmiyah, dengan dalil apapun.
    Tetapi pendapat ini tidak dapat diterima kerana memang dasarnya meraka tidak percaya dan tidak beriman kepada alQuran.
    1. Golongan kedua ialah golongan yang beriman kepada al Quran dan baginya mempunyai data data atas kebenaran al Quran itu. Maka bagi golongan ini mempunyai dua kewajipan.
      1. Apa yang dituturkan oleh al Quran tentang ummat dan masa yang lalu, bahawa ayat ayat yang menerangkan tentang itu hendaknya dijadikan sebagai maklumat syariat yang sahih.
         
      2. Harus sanggup menangkis pendustaan golongan pertama apabila mereka terus berusaha atau memang menghendaki demikian. Kepada mereka harus diperlihatkan bukti kekeliruannya dengan method pengetahuan sejarah.
    Tetapi sebahagian pemerhati daripada bahagian ini berpendirian yang sama dengan mereka juga. Keperibadian imannya kepada al-Quran itu ditukarnya dengan keperibadian lain. Kemudian ia beranggapan bahawa peristiwa ummat dan masa masa yang telah lalu itu hanya semata mata sejarah.
    Kemudian ia melanjutkan peninjauannya dengan berselimut keperibadiannya yang asli. Begitulah akhirnya dia tergelincir dan jatuh ke jurang kesilapan.
    Seandainya dia mahu kembali dan ingat akan keperibadian imannya itu dan diikutinya pemerhatiannya yang murni itu dengan sesuatu yang berguna bagi imannya iaitu dengan bertolak kepada sejarah al-Quran ini dan berjuang untuk itu dan memperkuatnya dengan method ilmiah, nescaya cara semacam itu akan tetap tegak sebagai alasan baginya untuk membela imannya dan berhadapan dengan orang lain, dan nescaya dia akan beroleh ucapan pujian.
    Dr. Taha Husen pernah tergelincir dalam kesalahan ini ketika dia telah terpengaruh oleh apa yang dikatakan salah seorang orientalis :
    "Bahawa Taurat menceritakan kepada kami tentang Ibrahim dan Ismail. Injil pun menceritakan kepada kami kedua insan tersebut, dan begitu juga at Quran berbuat demikian : tetapi ini tidak cukup sebagai bukti sejarah untuk menetapkan adanya kedua manusia tersebut."
    Pendapat ini kemudian diikuti oleh orang banyak dan mereka itu semua membenarkannya.
    Seandainya waktu Taha Husen membawakan pendapat ini kemudian dilanjutkan dengan mengatakan :
    "Tetapi saya sebagai seorang yang beriman kepada al-Quran, saya dapat menetapkan adanya dua insan tersebut sebagai bukti sejarah. Apabila semata mata penelitian sejarah dengan maklumat ilmiahnya yang khas itu tidak dapat menetapkan tentang Ibrahim dan Ismail, adalah justeru kerana kedangkalan pengetahuan tersebut yang kadang kadang dapat disingkap oleh masa. Bahkan kadang-kadang kita sendiri pada masa masa akan datang dapat sampai kepada suatu persoalan yang tadinya tidak rnampu dikemukakan. Dan hal ini sudah biasa terjadi. Kemustahilan yang kelmarin kini telah menjadi kenyataan dan yang kini masih.mustahil esok akan menjadi kenyataan. Kitab-kitab al-Din cukup meletakkan tangan kita di hujung tali, dan sesudah itu kewajiban kita untuk mengadakan penelitian dengan cermat. Maka kalau orang orang orientalis itu tidak mempercayai hal tersebut, maka pada hakikatnya mereka itu telah diperdayakan oleh pengetahuan. Sebab ketidakmampuan akal manusia untuk memperoleh satu kesimpulan, bukan merupakan kemustahilan persoalan tersebut. "
    Seandainya Taha Husen mahu bersikap demikian, nescaya dia benar benar sebagai seorang ahli kritik yang membenarkan dan memasukkan antara analisis pengetahuan moden dan kepercayaan seorang mu'min yang kuat, dan nescaya orang lain tidak akan terpengaruh dan dia sendiri tidak lagi terpengaruh oleh orang lain.
    Dan kitab baru ini adalah milik pengarang "al Qashashul Fanni fi alQur'an" (kisah kisah seni dalam al Quran) yang tidak dikenal umat manusia ini, hanya sebahagian kecil saja yang tertera dalam kitab-kitab. Tetapi dalam dunia sastera mempunyai kaitan dengan sejarah. Kemudian ia bermaksud akan mengatakan: bahawa memperhatikan segi keindahan bagi seorang seniman, tidak perlu kepada benarnya riwayat dan betulnya peristiwa yang terjadi. Ini memang benar-benar demikian. Bahkan kebanyakan yang nampak pada keindahan seni seorang sasterawan adalah kejadian kejadian baru dan riwayat-riwayat khayal, bukan kejadian yang sebenarnya, tanpa mengindahkan apa yang dikatakan oleh para pendidik dan ahli jiwa bahawa method semacam itu cukup berbahaya bagi pembentukan intelek dan kejiwaan manusia.
    Kemudian sesudah itu ia bermaksud untuk mencurahkan dirinya semata mata sebagai seorang sasterawan yang bebas daripada segala pengaruh dan al Quran pun dinilainya sebagai buku sastera yang bebas daripada segala pengaruh. Maka dia melihat apa yang ada dalam al-Quran itu dengan method ini tanpa memperhatikan kebenaran kisah kisahnya yang sesuai dengan kenyataan dan sejarah, atau sama sekali bertentangan. Sekalipun dia juga berkata : Bahawa ia menjadikan tinjauannya ini sebagai sarana untuk menetapkan keunggulan dan dalamnya seni dalam al Quran.
    Sebenarnya sebagai seorang yang beriman kepada al Quran seharusnya membenarkan, bahawa seluruh peristiwa yang terjadi adalah menjadi kenyataan sejarah. Dan ini termasuk salah satu yang dapat menambah keindahan citra dan kelembutan seni. Maka tidak hairan kalau Allah menyatakan :
    "(itu) adalah ciptaan Allah yang Ia ctptakan tiap tiap sesuatu dengan sebaik baiknya.”  (Al-Naml: 88)
    Kalau dia mahu mengatakan demikian, nescaya sangat memuaskan dan dia sendiri pun puas serta membersihkan dirinya sendiri dan orang orang yang membacanya daripada kesesatan. Tetapi yang seperti ini sangat sedikit sekali.
    Ini dilihat dari segi sejarah dan sastera dalam kisah kisah al Quran dan peristiwa peristiwa sejarah yang terdapat dalam al Quran itu.
    Adapun mu'jizat dan kisah kisah yang gharib (aneh) yang tidak dibawakan menurut yang mudah diterima dan yang sesuai dengan hukum alam yang biasa mereka kenal seperti kisah ahlil kahfi (penghuni gua) dan kisah orang yang melintasi sebuah desa gundul adalah merupakan pembahasan lain yang insya' Allah akan kami sendirikan pembicaraannya yang munasabah.
    Di sini kami hanya bermaksud untuk memberikan peringatan terhadap kekeliruan dan untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya.
    6.2     Tentang Pengetahuan Alam
    Yang sudah jelas bahawa al Quran al Karim tidak diturunkan sebagai buku anatomi, bukan sebagai buku kedoktoran, bukan sebagai buku astronomi, bukan sebagai buku pertanian atau bukan sebagai buku industri. Tetapi al Quran adalah buku yang memimpin dan membimbing serta memberi pengarahan sosial untuk menuju kepada prinsip prinsip pedoman sosial, yang apabila manusia mahu menggunakannya, akan bahagia di dunia mahupun di akhirat kelak.
    Al Quran hanya akan menampilkan pengetahuan alam dan corak jagat raya, sekadar dapat membantu iman seseorang kepada kebesaran Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi, serta menyingkap seluruh keindahan ciptaan Nya dan seluruh manfaat dan kegunaan yang dicipta dalam maya pada ini adalah untuk umat manusia, sehingga dapat memudahkan manusia memanfaatkan seluruh kebaikan yang berada di bumi dan di langit serta yang berada di cakerawala.
    Selanjutnya Allah memberi wewenang akal manusia untuk bekerja dan berjuang menyingkap tabir rahsia alam ini, dan menggunakan seluruh daya yang ada.
    Bahkan al Quran lebih jauh menganjurkan yang sedemikian itu, dan meniadikannya sebagai sarana ibadah dan berzikrullah yang afdal dan sangat tinggi. Firman Allah yang mafhumnya :
    "Katakanlah! Lihatlah apa yang di langit dan yang di bumi”   (Yunus: 101)
    “Sesungguhnya ditentang kejadian langit dan bumi serta pertukaran siang dan malam adalah merupakan bukti-bukti kekuasaan Allah bagi orang orang yang mempunyai fikiran yang jernih, iaitu mereka yang mengingati Allah, baik dengan berdiri, sambl duduk mahupun dengan berbaring, serta rnerenungkan tentang kejadian langit dan bumi itu sambil mengatakan: “Ya Tuhan kami! Engkau membuat ini semua bukan sia sia, Maha Suci Engkau! Oleh kerana itu lindungilah kami dari siksaan api neraka."  (Ali-Imran: 190-191)
    Banyak sekali pengarang dan ahli ahli tafsir pada masa masa yang silam mahupun pada abad moden ini berpendirian, bahawa al Quran al Karim menghimpun pokok pokok pengetahuan alam. Mereka berusaha untuk sampai kepada pengetahuan tersebut dengan menerapkan ayat ayat Quran yang berkenaan dengan alam dan kejadiannya seperti pengetahuan alam yang dikenal manusia sekarang.
    Dari kalangan 'ulama' lama yang berbuat demikian, ialah Imam alGhazali dalam kitab tafsirnya yang benama "Jawahir al Quran". Dan di kalangan 'ulama' moden ini ialah Syeikh Tantawi dalam tafsirnya yang bernama "al Jawahir" dan Dr. Abdul 'Aziz Isma'il dalam tafsirnya yang bernama "al Quran wa al Tib" (al Quran dan Ilmu Kedoktoran).
    Ini suatu kreativiti yang patut mendapat penghormatan. Tetapi ini suatu taklif yang oleh Allah tidak dibebankan kepada kita yang kadang kadang dalam beberapa saat akan menjurus kepada kesukaran dan membawa al Quran keluar daripada maksud diturunkan sebagai hidayah dan perbaikan sosial serta sebagai menanamkan prinsip prinsip kedua hal tersebut ke dalam jiwa dan masyarakat dan juga dapat memperlihatkan erti erti al Quran kepada pendapat pendapat yang berlainan dan akan terjadi pertentangan ketetapan ilmiah dan pendapat 'ulama' yang berbeda-beda.
    Justeru itulah sebahagian ‘ulama’ salaf tidak menyukai cara seperti ini. Demikianlah, sebagaimana yang dilakukan oleh Syatibi dalam juz kedua dari kitab Muawafaqatnya. Di sana ia mengadakan suatu pembetulan dengan amat lembut sekali, yang secara ringkas adalah sebagai :
    "Sesungguhnya al-Quran itu tidak dimaksudkan untuk menetapkan pengetahuan pengetahuan ini, sekalipun dia itu sendiri penuh dengan pengetahuan pengetahuan tersebut yang termasuk jenis pengetahuan bangsa Arab atau ilmu ilmu yang berpangkal kepada ilmu ilmu Arab tersebut yang sampai ahli ahli fikir merasa ta'ajub"
    Betapa cemerlang otak manusia sekalipun ia tidak akan mampu sampai kepada al Quran tanpa mengikuti pimpinan ilmu dan menggunakan penerangan cahaya al Quran itu sendiri. Sesungguhnya dalam al Quran banyak ilmu ilmu selain ilmu ilmu tersebut, maka jangan dilewatkan dia.
    Dan yang sudah jelas juga, bahawa al Quran banyak menampilkan manifestasi alam raya ini, termasuk di dalamnya tentang kejadian manusia, pembuatan bumi dan langit, perputaran matahari dan bulan, perjalanan planet, bintang dan orbit, gumpalan awan sampai kepada turunnya hujan, guruh dan kilat, pertumbuhan nabati dengan ragamnya, keindahan laut dan tanda tanda lintasannya, gunung-gunung yang menjulang di permukaan bumi, perkembangan janin dalam kandungan ibu dan lain lain ilmu yang oleh ahli ahli pengetahuan alam dipelajari dengan cermat dan teliti. Tetapi al-Quran itu sendiri tidak menjadi fokus analisis mereka dan pusat perhatian serta ujikaji mereka.
    Banyak sekali ayat ayat yang ditutup dengan suatu seruan untuk berfikir, melihat dan merenungkan sebagai suatu isyarat bahawa al-Quran itu tidak bermaksud menampilkan ketetapan pokok pokok atau cabang cabang ilmu pengetahuan tersebut. Tetapi al Quran hanya dimaksud sebagai hidayah dan mengarahkan pandangan dan jiwa guna mengenal al Khalik dan dan tujuan penciptaan makhluk, dengan memperlihatkan tanda tanda itu.
    Tetapi satu hal yang tidak dapat dipertentangkan lagi, iaitu bahawa ketika al Quran mengisyaratkan kepada hukum hukum alam dan manifestasi alam raya ini adalah dengan menggunakan ungkapan yang sangat halus sekali dengan gambaran gambaran yang meyakinkan sehingga sama sekali tidak mungkin akan terjadi percanggahan dengan penemuan akal manusia dalam seluruh perkembangan ilmu. Ini, lebih lebih kalau kita mahu memperhatikan bahawa ketetapan ketetapan pengetahuan terbahagi kepada dua bahagian :
    1. Ilmu yang didasarkan atas data data dan alasan alasan yang kuat sehingga hampir hampir mendekati kepada ketepatan
       
    2. Pengetahuan yang masih terus memerlukan analisis analisis ilmiah. Semua pengetahuan yang kini berada di tangan ahli ahli kosmografi masih serba diraba, yang perlu kepada beberapa data vang tidak mungkin dapat sampai kepada tingkatan pendapatan yang tepat atau alasan alasan yang pasti.
    Dalam bahagian pertama tidak dapat disangkal lagi bahawa apa yang diisyaratkan al Quran dalam pengetahuan tersebut seratus peratus sesuai dengan apa yang dikenal oleh ahli ahli kosmografi. Sehingga tidak salah kalau orang mengatakan bahawa ini salah satu kemu'jizatan al Quran yang dibawa oleh seorang ummi yang tidak pernah merasakan bangku sekolah dan tidak pernah duduk dalam perguruan tinggi mana pun.
    Salah satu contoh isyarat al Quran itu ialah tentang perkembangan janin, pengawinan angin terjadinya awan dan hubungannya dengan angin dan sebagainya.
    Sedang dalam bahagian kedua, adalah termasuk perbuatan yang mempersiakan kenyataan usaha menyamakan pengetahuan dengan apa yang dibawa oleh al Quran.
    Kita bersama sama nantikan sehingga pengetahuan alam merasa puas dengan menjangkau apa yang ada di hadapannya, dan akal manusia dapat menerima hasil jangkauan itu. Kemudian kita lihat dengan kaca mata iman nas nas al Quran, maka tidak akan kita temuinya melainkan keduanya itu saling membantu memperkukuh sendi sendi kebenaran.
    Firman Allah yang mafhumnya:
    "Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda tanda kekuasaan Karni di cakerawala dan di diri diri mereka sendiri, sehingga akan jelas bagi mereka bahawa al Quran itu memang benar : apakah tidak cukup menunjukkan bahawa Tuhanmu itu memang Maha Mmenyaksikan atas segala sesuatu?"  (Fussilat: 53)
    Hubungan kejadian manusia dengan hakikat hidup dan permulaan kejadian dan hubungan langit dengan bumi adalah bukti bukti keajaiban al Quran, bahawa sehingga dalam persoalan kaitan seperti ini al Quran membawakannya dengan suatu ungkapan yang indah dan mengkagumkan serta kehalusannya sehingga selalu dapat mengikuti perkembangan pemikiran manusia dalam setiap waktu dan tempat.
    Selanjutnya renungkanlah ungkapan al Quran tentang akan berakhirnya dunia material ini yang dinamakannya "kiamat" serta pengaruh-pengaruhnya, maka engkau akan mengetahui bahawa al-Quran membawakan persoalan ini dengan seindah indahnya!
    Di sini ada kesalahan, iaitu banyak daripada kalangan penulis dan pengamat erti erti ini menulis dan mengamati kemudian mereka beriman dan benar benar yakin akan kebenaran penyelidikan ilmiah ini dan mereka menilainya sebagai suatu kebenaran mutlak yang tidak ada kekurangan dan tidak perlu diperdebatkan.
    Tetapi kekeliruan mereka iaitu mereka tidak mahu mencurahkan dirinya untuk mengamati dengan cermat akan nas nas al Quran dan kehalusan rangkuman ungkapan serta rahsia penggunaan kata-katanya sehingga terdapat percanggahan, pada satu saat mereka tidak terlibat dalam kebingungan dan pada saat lain mendustakan.
    Bagi mereka, apa yang dikatakan oleh Darwin bahawa manusia ini berevolusi daripada binatang lain, dianggapnya suatu hal yang benar dan seolah olah al Quran tidak pernah menguraikan asal kejadian manusia itu daripada tanah atau tembikar. Sehingga dengan berpendirian demikian, maka tidak akan terjadi percanggahan antara al Quran itu dengan penemuan penemuan ilmiah.
    Tetapi mereka sendiri tidak menguasai teori Darwin itu, bahkan tidak juga membaca tulisan tulisan lawan teorinya yang menghentam dan membatalkannya, khususnya di segi ini; dan tidak juga membaca teori yang menentang teori Darwin yang ditulis oleh 'ulama' Islam. Kecuali itu, mereka pun tidak menguasai rahsia ungkapan al Quran yang mengatakan :
    "Zat yang membaguskan tiap tiap sesuatu ialah yang membuatnya, dan Ia memulai membuat manusia daripada tanah liat, kemudian Ia menjadikan keturunannya daripada mani, iaitu air yang lemah; kemudian Ia sempurnakannya dan ditiupkan sebahagian daripada Ruh-Nya, dan Ia menjadikan buat kamu pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi sedikit sekali kamu yang mahu berterima kasih."  (Sajdah: 7-9)
    "Mengapakah kamu tidak mahu mengharapkan penghormatan kepada Allah, padahal la telah menjadikan kamu dengan bertahap"   (Nuh: 13-14)
    Seharusnya mereka menerima ayat ayat ini dengan penuh keyakinan, dan menanti sampai ke mana batas kemampuan pengetahuan manusia. Itulah yang baik dan sopan.
    Sesudah itu kemudian mereka mahu melihat apa yang dikatakan Allah bahawa :
    “Allah adalah sangat berkuasa atas urusanNya "   (Yusuf: 21)
    "Kamu tidak diberi pengetahuan, tentang ruh melainkan hanya sedikit sekali"   (Al-Isra’: 85)
    Ini semua adalah isyarat yang menjurus kepada pokok persoalan yang dimaksud yang insya' Allah akan diperjelas dalam bahagian tersendiri.
    6.3     Tentang Perkara Ghaib dan Sifat Sifat Allah
    Yang ada hubungannya dengan masalah ini dan mirip dengan apa yang tertera dalam al Quran, iaitu yang disebut dalam istilah ahli penyelidik dan pengarang dengan "perkara ghaib" seperti : Jin, Malaikat, hal ehwal orang yang telah meninggal, alam kubur, kebangkitan dan balasan amal, syurga, neraka dan seterusnya. Dan termasuk juga sifat sifat Allah swt.
    Dalam persoalan ini al Quran telah menyebutkan di beberapa ayat dengan tegas dan terurai. Misalnya tentang jin ia tuturkan dalam beberapa rangkaian dan disifatinya mereka itu dengan : mengerti, faham dan iman serta ada kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia dalam beberapa hal.
    Dan tentang malaikat al Quran mensifatkannya dalam beberapa ayat dengan beberapa sifat.
    Kemudian tentang mati dan keadaannya serta apa yang terjadi sesudah itu misalnya : bangkit, hidup kembali, hisab dan balasan, al-Quran telah menghuraikannya secara jelas. Di antaranya ialah seperti tersebut di bawah ini:
    "Barangsiapa beramal baik sekalipun seberat zarah, Allah akan mengetahuinya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan sekalipun seberat zarah, Allah akan mengetahuinya juga"  (Al-Zalzalah: 7-8)
    Selanjutnya tentang sifat sifat Allah, al Quran menyifatkan Nya dengan seluruh kesempurnaan dan sekali bersih daripada segala sifat kekurangan, serta jauh dari kesamaan dengan makhluk Nya.
    Firman Allah yang mafhumnya :
    "Tidak ada satu pun (makhluk) yang seperti Dia : Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat "  (Al-Syura: 11)
    "Tidak ada satu pun (makhluk) yang menyamai Dia "   (Al-Ikhlas: 4)
    Satu hal yang tidak diragukan lagi bahawa apa yang dituturkan oleh al Quran tentang hal ehwal alam matafizikal ini yang di dalamnya termasuk sifat sifat Allah, semuanya ini tidak masuk dalam batas-batas hukum material serta kaedah kaedah alamnya. Sedang otak manusia sampai sekarang be1um juga mampu menguasai seluruh tenaga dan rahsia yang terkandung dalam dunia material itu sendiri, apa lagi alam matafizikal.
    Di sinilah terdapat kesalahan, iaitu banyak orang orang yang melihat beberapa erti ayat yang dianggapnya berat untuk diterima wujudnya, kerana pemikirannva tidak mampu sampai kepada suatu realiti. Apakah jin yang hingga kini hakikatnya masih selalu tersembunyi itu? Apakah malaikat yang tidak dapat kita ketahui kenyataannya itu? Bagaimana mungkin terjadi kebangkitan setelah unsur material itu bertentangan, mungkinkah dikembalikan kepada bentuk aslinya? Bagaimana bentuk ruh yang dianggapnya ada dalam tubuh ini, sedang kita tidak pernah merasakan melainkan.dengan alat alat material yang berada di badan kita? Dingin menyusahkan kita, panas pun demikian, racun dapat mematikan kita, sedang makanan menguatkan kita dan udara menyegarkan kita. Semua ini adalah alam material.
    Mereka banyak yang tergelincir dalam pandangan yang sempit ini. Sehingga sebahagian mereka ada yang sama sekali tidak mempercayainya; ada pula yang menta'wil kemudian tidak percaya terhadap wujud hakikinya dan mereka menganggapnya hanya sebagai tamsil atau khayal.
    Kedua duanya sama sekali tidak benar dan jauh tersesat daripada jalan yang lurus.
    Seandainya mereka sedar nescaya mereka akan mengakui bahawa salah satu kecerdikan seorang alim ialah mengakui kelemahan dan keterbatasannya terhadap sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh ilmunya. Sebab sesungguhnya apa yang kini telah disingkap oleh pemikiran manusia kalau dibandingkan dengan besarnya rahsia alam yang hingga kini belum didapat adalah sangat kecil sekali, tak ubahnya hanya bagaikan sebuah pulau kecil ditengah tengah samudera luas. Hal ini telah diakuinya sendiri oleh kebanyakan ahli pengetahuan alam terkemuka dan ini akan diikuti oleh yang lain pula, sehingga sebahagian mereka ada yang berkata :
    “Sesungguhnya salah satu ciri seorang alim moden, ialah tunduk dan berani. la tunduk kerana pemikirannya tidak dapat menjangkau rahsia yang dikandung oleh aIam ini. la berani kerana kejahilan yang di hadapannya tidak akan dapat dijangkau kecuali dengan keberanian "
    Mendustakan perkara perkara ghaib kerana semata mata pemikiran manusia tidak dapat menjangkaunya sehingga mereka berada dalam kebingungan, adalah suatu sikap zalim dan sesat. Sedang ta'wil adalah suatu beban yang tidak tuntut. Oleh kerana itu percaya kepada itu semua tanpa memaksa diri untuk mengetahui hakikatnya adalah satu satunya jalan yang paling betul.
    Adapun gambaran gambaran khurafat yang tersebut dalam sebahagian buku dan fikiran sebahagian orang, termasuk juga kisah-kisah khayal dan dongengan sama sekali tidak terdapat dalam al-Quran mahupun hadith Nabi s.a.w. dengan jalan yang sah.
    Oleh kerana itu tinjauan seperti ini sama sekali tidak baik dan sudah sewajarnya kalau setiap muslim tidak menjadikannya sebagai standard dan tidak membangga-banggakannya.
    Sebahagian orang ada juga yang berusaha untuk mendekatkan erti-erti ini ke dalam hati orang orang yang masih meragukan yang hatinya belum mendapat pancaran iman, sehingga mereka menta'wil dan membuat gambaran yang salah. Bagi orang yang berbuat demikian seharusnya menyertakan suatu keterangan yang kiranya dapat menyempurnakan keyakinan mereka terhadap dunia yang disebut dalam al Quran itu, dan hendaknya dia dapat memberikan penjelasan sesudah menginjak langkah yang pertama itu supaya mereka dapat mengerti dan mendekat sehingga mereka tidak terhenti di tengah jalan.
    Cara seperti ini sebenarnya bukan perkara baru dalam pembahasan Islam tetapi sekadar mengulang, sejak buku buku falsafah Yunani itu disalin dan sesudah ilmu ini bercampur dengan pengetahuan Islam hingga hari ini.
    Oleh kerana itu, orang yang benar benar mendapat taufiq ialah orang yang hatinya telah dibuka oleh Allah. Dialah orang yang benar-benar berada dalam nur Ilahi.
    7.0     Tafsir yang Paling Baik dan Jalan yang Paling Dekat untuk Memahami al Quran
    Salah seorang rakan bertanya kepada saya tentang gerangan apakah tafsir yang lebih baik dan jalan yang paling dekat untuk memaham Kitabullah? Maka jawab saya singkat : "Kalbumu!" Mengapa? Sebab kalbu seorang mu'min tidak diragukan lagi adalah tafsir Kitabullah yang paling baik dan jalan yang paling dekat untuk memahaminya. Iaitu dengan cara membacanya dengan tadabbur dan khusyu', memohon hidayah daripada Allah, menumpukan fikiran ketika membaca al Quran, memadukannya dengan sirah Nabi s.a.w., lebih-lebih sunnah yang berkenaan dengan asbab al nuzul serta kaitannya dengan permasalahan. Cara semacam ini besar sekali pertolongannya untuk memaham al Quran dengan benar. Maka apabila dia membaca kitab kitab tafsir, kemudian berhenti pada satu makna yang sangat halus sekali atau susunan yang belum jelas maksudnya atau tambahan pengetahuan yang dapat menolong memahamkan Kitabullah, semuanya itu merupakan bantuan untuk memahaminya. Dan kalau sudah faham, maka sinar al Quran itu akan memancar dalam lubuk hati.
    Kerana itu salah satu wasiat Ustadh al Iman Syeikh Muhammad 'Abduh kepada salah seorang muridnya ialah :
    “Biasakanlah membaca al Quran, dan fahamlah larangan dan perintah perintahNya, serta nasihat dan 'ibrahnya, sebagaimana Quran itu pernah dibacakan di hari turunnya wahyu. Kemudian berhati hatilah dalam melihat bermacam-macam tafsir hanya sekadar untuk memaham kata yang tidak diketahuinya seperti apa yang dimaksud oleh orang Arab, atau hubungan satu kata dengan lain yang tidak kamu ketahuinya. Kemudian teruskanlah kepada pembentukan keperibadian al Quran dan bawalah dirimu kepada arah yang dituju oleh Quran."
    Tidak diragukan lagi, bahawa barangsiapa yang mengambil al Quran dengan cara demikian, maka pada satu waktu dia akan mendapatkan pengaruhnya dalam jiwanya yang mampu memberikan pengertian terhadap jiwa al Quran, dan akan merupakan cahaya yang dapat menyinarinya, di dunia ini sampai di akhirat kelak.
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

    SOLIDARITI MENERUSKAN PERJUANGAN

    INI ZAMANNYA