Piagam Madinah (bahasa Arab: Shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah perlembagaan yang ditulis oleh Rasulullah s.a.w ketika umat Islam mendirikan sebuah Negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. bersamaan 1 Hijriyah. Lahirnya negara ini menandakan bermulanya konsep sekaligus praktik sebuah negara berperlembagaan pertama di dunia selain perlembagaan tertulis pertama dalam sejarah. Sebelum itu tiada satu negara pun yang memiliki perlembagaan, karena dalam sistem monarki sabda raja adalah undang-undang. Dalam perlembagaan yang cukup maju ini Rasulullah menggariskan beberapa prinsip yang penting dalam bernegara seperti prinsip persamaan (pasal 2; 16), keadilan (pasal 45; 47; 20; 36 ), persaudaraan dan perpaduan (pasal 12; 14; 19; 37), kedaulatan hukum Shari’ah (pasal 42; 23), kebebasan bersuara atau amar makruf nahi munkar (pasal 13; 47), hak-hak dan kewajipan kaum minoriti (25; 24; 36-38; 46), kewajipan rakyat dalam mempertahankan negara (18; 38; 46), kesetiaan kepada negara (pasal 37; 46), pengakuan Rasulullah sebagai kepala negara dan ketua hakim (42; 23) dan lain-lain.
MUKADIMAH
Dengan nama Allah Yang Maha pemurah lagi Maha pengasih
Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.
I. PEMBENTUKAN UMMAT
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.
II. HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 3
(1) Banu ‘Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
(2) Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 4
(1) Banu Sa’idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan mereka.
(2) Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 5
(1) Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 6
(1) Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman
Pasal 7
(1) Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.
Pasal 8
(1) Banu ‘Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 9
(1) Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 10
(1) Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
KLIK DI SINI untuk membaca seterusnya....