الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء و المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين

أهلا وسهلا بكم

إذا كانت هذه زيارتك الأولى للمنتدى، فيرجى التفضل بزيارة صفحة التعليمات كما يشرفنا أن تقوم بالتسجيل ، إذا رغبت بالمشاركة في المنتدى، أما إذا رغبت بقراءة المواضيع والإطلاع فتفضل بزيارة القسم الذي ترغب أدناه.

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله يقول: "إن إبليس قال لربه: بعزتك وجلالك لا أبرح أغوي بني آدم مادامت الأرواح فيهم - فقال الله: فبعزتي وجلالي لا أبرح أغفر لهم ما استغفروني"



اللّهم طهّر لساني من الكذب ، وقلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، وبصري من الخيانة ,, فإنّك تعلم خائنة الأعين ,, وما تخفي الصدور

اللهم استَخدِمني ولاَ تستَبدِلني، وانفَع بيِ، واجعَل عَملي خَالصاً لِوجهك الكَريم ... يا الله


اللهــم اجعل عملي على تمبـلر صالحاً,, واجعله لوجهك خالصاً,, ولا تجعل لأحد فيه شيئاً ,, وتقبل مني واجعله نورا لي في قبري,, وحسن خاتمة لي عند مماتي ,, ونجاةً من النار ومغفرةً من كل ذنب

يارب يارب يارب

    KEMASKINI

    _

    _
    ALLAHUMMA YA ALLAH BERIKANLAH KEJAYAAN DUNIA AKHIRAT PADAKU , AHLI KELUARGAKU DAN SEMUA YANG MEMBACA KARYA-KARYA YANG KUTULIS KERANA-MU AAMIIN YA RABBAL A'LAMIIN “Ya Allah, maafkanlah kesalahan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa-dosa kedua ibu bapa kami, saudara-saudara kami serta sahabat-sahabat kami. Dan Engkau kurniakanlah rahmatMu kepada seluruh hamba-hambaMu. Ya Allah, dengan rendah diri dan rasa hina yang sangat tinggi. Lindungilah kami dari kesesatan kejahilan yang nyata mahupun yang terselindung. Sesungguhnya tiadalah sebaik-baik perlindung selain Engkau. Jauhkanlah kami dari syirik dan kekaguman kepada diri sendiri. Hindarkanlah kami dari kata-kata yang dusta. Sesungguhnya Engkaulah yang maha berkuasa di atas setiap sesuatu.”

    Ummul Quran






    Terjemahan Bahasa Indonesia :

    Dinamakan al Fàtihah (pembuka), maksudnya: Ditulis sebagai pembuka mushaf dan dia juga bacaan pembuka di dalam semua shalat. Dinamakan juga Ummu al Kitàb (induk al kitab), berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin adalah Ummu al Qur'àn, Ummu al Kitàb, ketujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, dan al Qur'àn al 'Azhìm."
    Dinamakan juga al Hamdu (pujian). Juga dinamakan ash Sholáh (shalat), berdasarkan sabda beliau shallallahu alaihi wasallam dari Rabbnya, "Shalat dibagi 2 antara Saya dengan hambaKu."
    Dinamakan juga asy Syifà' (penyembuh). Juga dinamakan ar Ruqyah, berdasarkan sabda beliau shallallahu alaihi wasallam, "Darimana kamu tahu kalau al Fàtihah itu adalah ruqyah?"
    Surah al Fàtihah adalah Makkiah, berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan sungguh Kami telah memberikan kepadamu 7 ayat yang dibaca berulang-ulang." Wallahu a'lam.
    Al Bukhàri berkata, "Dinamakan Ummu al Kitàb karena penulisan mushaf dimulai dengannya dan shalat dimulai dengan membacanya." Ada yang berpendapat: Dinamakan seperti itu karena semua makna al Qur'àn kembalinya kepada kandungan surah ini.
    Dari Abu Sa'ìd bin al Mu'allà radhiallahu anhu: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku, "Sungguh aku akan mengajarkan kepadamu surah teragung dalam al Qur'àn, sebelum kamu keluar dari masjid." Dia berkata, "Lalu beliau memegang tanganku. Tatkala beliau akan keluar masjid, aku berkata, "Wahai Rasulullah, anda tadi berkata, "Sungguh aku akan mengajarkan kepadamu surah teragung dalam al Qur'àn." Beliau bersabda, "Ya. 'Alhamdulillahi Rabbil 'àlamìn', dialah ketujuh ayat yang dibaca berulang dan al Qur'àn al 'Azhìm yang diberikan kepadaku."
    Dari Ubay bin Ka'ab dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Allah tidak pernah menurunkan dalam Taurat dan tidak pula dalam Injil, surah seperti Ummu al Qur'àn. Dialah ketujuh ayat yang dibaca berulang, dan dia terbagi menjadi 2 bagian antara Aku dengan hambaKu."
    Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda, "Siapa saja yang shalat tanpa membaca Ummu al Qur'àn maka shalatnya kurang -beliau sabdakan 3 kali-, tidak sempurna." Lalu ada yang bertanya kepada Abu Hurairah, "Kami biasa menjadi makmum (jadi tidak bisa membacanya, penj.). Beliau menjawab, "Bacalah al Fatihah di dalam hatimu, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu menjadi 2 bagian, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta: Jika hamba berkata, "Alhamdulillahi Robbil 'àlamìn," Allah Ta'ala berfirman, "HambaKu memujiKu." Jika dia berkata, "Arrohmànirròhìm," Allah berfirman, "HambaKu memujaKu." Jika dia berkata, "Màliki yaumiddìn," Allah berfirman, "HambaKu menyanjungKu," sekali waktu Dia berfirman, "HambaKu bersandar kepadaKu." Jika dia berkata, "Iyyàka na'budu waiyyàka nasta'ìn," Dia berfirman, "Ini antara Aku dengan hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta." Jika dia berkata, "Ihdinashshiròthol mustaqìm. Shiròtholladzìna an'amta 'alaihim, ghairil maghdhùbi 'alaihim waladhdhòlìn," Allah berfirman, "Ini untuk hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta."
    [ Alhamdulillaahi Robbil ‘alamiin ]
    ( Segala pujian hanya milik Allah, Rabb semesta alam )
    Makna ‘alhamdulillah’ adalah kesyukuran hanya untuk Allah semata, bukan untuk sembahan lain dan bukan untuk makhlukNya. Kesyukuran hanya untukNya atas semua nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada para hambaNya, yang nikmatNya tidak bisa dihitung dengan angka dan tidak ada yang mampu mengetahui jumlahnya selain diriNya.
    ‘Robbil ‘alamiin’. Rabb disini bermakna Pemilik dan Pengatur. Secara etimologi juga dimaknakan sebagai ‘sayyid’ (pimpinan) dan ‘pengelola untuk kebaikan’. Semua makna ini syah disematkan untuk Allah Ta’ala. Kata ‘Rabb’ tidak boleh digunakan untuk selain Allah. Namun dia boleh digunakan (untuk selainNya) jika maknanya disandarkan kepada sesuatu, misalnya: Rabbud daar (pemilik rumah), Rabbnya ini. Adapun kata ‘Rabb’ saja, maka tidak boleh dikatakan kecuali hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
    ‘Alamiin’ adalah bentuk plural dari kata ‘alam’, yang bermakna semua yang ada selain Allah Azza wa Jalla. Dan kata ‘alam’ sendiri berasal dari kata ‘alaamah’ (tanda).
    Saya (Ibnu Katsir) berkata: Karena alam ini merupakan tanda akan eksistensi dan keesaan Pencipta dan Pengaturnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu al Mu’tazz (penyair, penj.):
    “Wahai mengherankannya, bagaimana bisa sang Ilaah itu didurhakai, atau bagaimana bisa ada orang yang mengingkari eksistensiNya. Padahal pada segala sesuatu itu terdapat tanda, yang menunjukkan bahwa Dia Maha Esa.”
    [ ar RohmaanirRohiim ]
    ( Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang )
    Al  Qurthubi berkata, “Dia menyifati diriNya dengan ‘ar Rohmaan’ dan ‘ar Rohiim’ setelah firmanNya ‘Robbil ‘alamiin’, agar terdapat penggandengan antara targhib (motifasi) setelah tarhib (ancaman).”
    Sebagaimana yang terdapat pada firman Allah Ta’ala, “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa
    sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” ( QS. al Hijr : 49-50)
    Beliau berkata, “Pada kata ‘Rabb’ terdapat tarhib, dan pada kata ‘ar Rohmaan’ dan ‘ar Rohiim’ terdapat targhib.
    [ Maaliki yaumiddiin ]
    ( Penguasa hari pembalasan )
    Sebagian pakar qiraat membaca ‘Maalik’, dan sebagian lainnya membaca ‘Malik’, dan kedua qiraat ini shahih lagi mutawatir dalam qiraat yang tujuh. Kata ‘Maalik’ berasal dari kata ‘al milku’ (kekuasaan), sebagaimana pada firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabbnya manusia. Penguasa manusia.” Sementara kata ‘Malik’ berasal dari kata ‘al mulki’ (kerajaan), sebagaimana pada firman Allah Ta’ala, “Milik siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya milik Allah Yang Maha esa lagi Maha perkasa.”
    Allah mengkhususkan kekuasaannya pada hari pembalasan, tidaklah menafikan kekuasaanNya pada hari-hari lainnya (di dunia, penj.), karena sebelumnya telah disebutkan bahwa Dia Rabb alam semesta, dan alam di sini mencakup dunia dan akhirat. Kekuasaan Allah disandarkan pada hari kiamat di sini karena di sana, tidak ada seorang pun yang akan mengklaim memiliki sesuatu dan tidak ada seorang pun yang akan berbicara kecuali dengan izinNya.
    Raja sebenarnya adalah Allah Azza wa Jalla. Allah Ta’ala berfirman, “Dialah Allah yang tiada sembahan yang berhak disembah selainNya. Dialah al Malik, al Qudduus, as Salaam.” (QS. al Hasyr: 23) Adapun penamaan ‘raja’ untuk selain Allah di dunia, maka itu hanya sebagai majas metafora (kiasan). Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan di depan mereka ada raja.” ( QS. al Kahfi : 79)
    Kata ‘ad diin’ bermakna balasan dan hisab. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya.” (QS. an Nuur: 25) Dan Allah berfirman, “Apakah kami akan dibangkitkan?” yakni: Diberikan balasan dan dihisab.
    [ Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin ]
    ( Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan )
    Kata ‘Ibadah’ secara etimologi bermakna kehinaan. Contoh penggunaannya: ‘Jalan yang diperhamba’ dan ‘onta yang diperhamba’, yakni: Yang dihinakan. Dalam terminologi syariat, ibadah adalah: Ungkapan yang maknanya menghimpun kesempurnaan cinta, perendahan diri, dan takut. Allah mendahulukan objek kalimatnya, yaitu ‘kepadaMu’ dan diulangi penyebutannya untuk menunjukkan urgensinya dan juga sebagai bentuk pengkhususan. Maksudnya: Kami tidak menyembah kecuali kepadaMu dan kami tidak bertawakkal kecuali kepadaMu. Inilah ketaatan yang sempurna, dan semua ajaran agama kembalinya kepada kedua makna ini.
    Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama salaf, “Surah al Fatihah adalah intinya al Qur`an, dan inti al Fatihah adalah kalimat ini: ‘Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan’. Kalimat pertama adalah pernyataan berlepas diri dari kesyirikan, dan yang kedua pernyataan berpelas diri dari semua daya dan kekuatan, serta penyandaran diri kepada Allah Azza wa Jalla.”
    Terjadi perubahan alur pembicara dari orang ketiga menjadi orang kedua dengan huruf ‘kaf’ (engkau). Di sini sangat sesuai karena tatkala pembicara memuji Allah Ta’ala, seakan-akan dia mendekat dan hadir di hadapan Allah Ta’ala. Karenanya setelah itu sangat pas dia berkata, “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Allah Ta’aa berfirman, "Aku membagi shalat (baca: al Fatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi 2 bagian; Sebagiannya untukKu dan sisanya untuk hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta: Jika hamba berkata, "Alhamdulillahi Robbil 'àlamìn," Allah Ta'ala berfirman, "HambaKu memujiKu." Jika dia berkata, "Arrohmànirròhìm," Allah berfirman, "HambaKu memujaKu." Jika dia berkata, "Màliki yaumiddìn," Allah berfirman, "HambaKu menyanjungKu." Jika dia berkata, "Iyyàka na'budu waiyyàka nasta'ìn," Dia berfirman, "Ini antara Aku dengan hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta." Jika dia berkata, "Ihdinashshiròthol mustaqìm. Shiròtholladzìna an'amta 'alaihim, ghairil maghdhùbi 'alaihim waladhdhòlìn," Allah berfirman, "Ini untuk hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta."
    Qatadah berkata, “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan,” Dia menyuruh kalian untuk mengikhlaskan ibadah kepadaNya dan memohon pertolongan kepadaNya dalam semua urusan kalian.”
    Allah mendahulukan ‘Hanya kepadaMu kami beribadah’ sebelum ‘hanya kepadaMu kami memohon pertolongan’, karena ibadah adalah tujuannya, sementara memohon pertolongan (isti’anah) adalah saran menuju kepada tujuan itu. Dan dalam penjelasan urgensi dan penekanan itu didahulukan yang lebih penting, baru yang kurang penting. Wallahu a’lam.
    [ Ihdinashshiroothol mustaqiim ]
    ( Tunjukilah kami jalan yang lurus )
    Tatkala pujian telah ditujukan kepada Yang dimintai (Allah) Tabaraka wa Ta’ala, sangat tepat jika setelahnya diikuti dengan permintaan. Sebagaimana firmanNya, “Sebagiannya untukKu dan sisanya untuk hambaKu, dan hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta.” Beginilah adab yang paling sempurna bagi seseorang yang meminta, dimana dia terlebih dahulu memuji siapa yang dia mintai, kemudian baru mengajukan kebutuhannya dan kebutuhan saudara-saudaranya kaum mukminin dengan ucapan, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Karena adab seperti ini akan membuat kebutuhannya lebih berpotensi untuk dipenuhi dan permintaannya lebih berpotensi untuk dikabulkan. Karena itulah Allah menuntunkan seperti ini, karena inilah adab yang paling sempurna.
    Hidayah yang dimaksud di sini adalah petunjuk dan taufik.
    Sementara ‘jalan yang lurus’, para ulama tafsir telah bersepakat bahwa jalan yang lurus di sini adalah jalan yang jelas, tidak ada lengkungan padanya. Ini jugalah maknanya secara etimologi dalam semua bahasa suku Arab. Kemudian, para ulama tafsir berbeda ibarat dalam mengungkapkan tafsir ‘jalan yang lurus’ di sini. Dan kesimpulannya, semua penafsiran mereka kembali kepada makna yang sama, yaitu: Pengikutan kepada Allah dan kepada ar Rasul. Ada yang meriwayatkan, bahwa yang dimaksud dengannya adalah Kitab Allah. Dan ada juga yang berpendapat bahwa dia adalah Islam. Mujahid berkata, “Tunjukilah kami jalan yang lurus,” yakni kebenaran.” Dan ini penafsiran yang lebih universal. Semua penafsiran ini benar dan bersifat korelatif.
    Jika ada yang bertanya: Ko’ seorang mukmin senantiasa meminta hidayah di dalam shalat dan dalam kondisi lain, sementara dia sudah mendapatkan hidayah? Apakah ini merupakan bentuk ‘mewujudkan sesuatu yang sudah ada’ atau bukan?
    Jawabannya: Bukan. Seandainya dia tidak perlu meminta hidayah sepanjang malam dan siang, niscaya Allah Ta’ala tidak akan menganjurkannya untuk meminta. Hal itu karena seorang hamba, kapan dan dimanapun selalu membutuhkan Allah Ta’ala, agar Dia menguatkan dan mengokohkan dirinya di atas hidayah, memberikan bashirah (pandangan yang benar), memberikan tambahan hidayah kepadanya, dan agar dia bisa konsisten di atasnya. Maka orang yang beruntung adalah orang yang diberikan taufik oleh Allah Ta’ala untuk selalu meminta hidayah. Karena Allah telah menjamin akan mengabulkan doanya, terlebih jika orang itu dalam kondisi darurat dan sangat butuh kepada hidayah. Jadi, makna firman Allah Ta’ala, “Tunjukilah kami jalan yang lurus,” jadikan kami konsisten di atasnya dan jangan palingkan kami menuju selainnya.”
    [ Shirootholladziina an’amta ‘alaihim. Ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladh dhoolliin ]
    (Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan (jalannya) orang-orang yang dimurkai, dan bukan pula orang-orang yang sesat)
    Firman Allah Ta’ala, “Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka,” merupakan penafsiran dari ‘jalan yang lurus’. Dan orang-orang yang Allah beri nikmat kepada mereka ini disebutkan dalam surah an Nisa`, dimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah mengetahui.” (QS. an Nisa`: 69-70) Mereka inilah orang-orang yang berada di atas hidayah, keistiqamahan, serta ketaatan kepada Allah dan para RasulNya. Mereka senantiasa menjalankan semua perintahNya dan meninggalkan semua yang Dia larang dan peringatkan.
    Bukan jalannya ‘orang-orang yang dimurkai’. Mereka adalah orang-orang yang rusak niatnya, sehingga walaupun mereka mengetahui kebanaran, namun mereka berpaling darinya.
    Dan bukan pula jalan ‘orang-orang yang sesat’. Mereka adalah orang-orang yang tidak berilmu, mereka bingung dalam kesesatan dan tidak mengetahui jalan menuju kebenaran.
    Allah mengulangi kata ‘bukan’ untuk menekankan bahwa di sini ada dua jalan hidup yang rusak, yaitu jalan hidup Yahudi dan Nasrani. Dan juga untuk menepis dugaan kalau kalimat ‘orang-orang yang sesat’ itu mengikut (atab: ‘athof) kepada kalimat ‘orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.”
    Allah membedakan kedua jalan ini agar setiap dari kedua jalan ini bisa dijauhi. Karena jalan hidup orang yang beriman adalah menghimpun antara ilmu yang benar dan beramal dengannya. Yahudi kehilangan amalan, sementara Nasrani kehilangan ilmu. Karena itulah, orang yang dimurkai adalah Yahudi, sementara yang sesat adalah Nasrani. Sebenarnya, setiap dari Yahudi dan Nasrani adalah sesat dan dimurkai, namun sifat yang menjadi karakteristik Yahudi adalah dimurkai, dan sifat yang menjadi karakteristik Nasrani adalah kesesatan. Inilah yang disebutkan dalam hadits-hadits.
    Fasal:
    Surah yang mulia ini -yang terdiri dari 7 ayat- mengandung:
    •  Pujian, sanjungan, dan pujaan kepada Allah dengan menyebutkan nama-namaNya yang husna, yang mengandung sifat-sifat yang agung.
    •  Juga terdapat penyebutan hari kebangkitan, yaitu hari pembalasan.
    •  Tuntunan Allah kepada para hambaNya agar senantiasa meminta dan merendahkan diri kepadaNya.
    •  Pernyataan berlepas diri dari daya dan kekuatan mereka sendiri.
    •  Anjuran untuk senantiasa mengikhlaskan ibadah kepadaNya dan mengesakanNya Tabaraka wa Ta’ala dalam uluhiah, serta menyucikan Dia dari semua sekutu, atau tandingan, atau kemiripan dengan makhluk.
    •  Juga mengandung permintaan mereka kepada Allah agar senantiasa diberi hidayah menuju jalan yang lurus, yaitu agama yang kokoh, dan menguatkan mereka di atasnya.
    •  Juga mengandung motifasi untuk beramal saleh, agar mereka menjadi ahlinya pada hari kiamat.
    •  Dan peringatan dari jalan-jalan hidup yang batil, agar mereka tidak dikumpulkan bersama yang menapaki kebatilan itu pada hari kiamat. Dan mereka adalah orang-orang yang dimurkai dan yang sesat.
    Betapa indahnya kalimat ini, dimana pemberian nikmat dinisbatkan kepada Allah, dengan firmanNya, “Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.” Dan Allah tidak menyebutkan pelaku dari ‘kemurkaan’, pada firmanNya, “Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai.” Walaupun jelas pelaku sebenarnya adalah Dia sendiri. Demikian halnya ‘kesesatan’ dinisbatkan kepada yang terjatuh di dalamnya, walaupun jelas Dia lah yang menyesatkan mereka dengan takdirNya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Siapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dia lah orang yang mendapat hidayah. Dan siapa yang Dia sesatkan, maka kamu tidak mendapati untuknya seorang pun penolong yang memberinya petunjuk.” (QS. al Kahfi: 17) Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu Maha esa dalam pemberian hidayah dan penyesatan.
    Fasal:

    Orang yag selesai membaca al Fatihah dianjurkan untuk mengucapkan ‘aamiin’, yang bermakna: Ya Allah, kabulkanlah. Ucapan ini dianjurkan bagi orang yang membacanya di luar shalat, dan lebih ditekankan bagi orang yang sedang shalat, baik dia shalat sendiri atau sebagai imam atau sebagai makmum, dan dalam semua kondisinya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Jika dia -maksudnya: imam- membaca: ‘waladh dhoolliin’, maka ucapkanlah: ‘aamiin’, niscaya Allah akan mengabulkan doa kalian.” Beliau shallallahu alaihi wasallam juga bersabda, “Jika imam mengucapkan ‘aamiin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’.” Dan beliau shallallahu alaihi wasallam senantiasa membaca ‘aamiin’ setiap selesai membaca: ‘Ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladh dhoolliin.”

    Surah ini mempunyai 30 nama. Nama-nama itu ada yang diambil dari berbagai hadis Nabi mengenai Al-Fatihah dan ada pula nama yang ditetapkan oleh para Sahabat dan Tabi’in. Nama-nama tersebut adalah:


    1. Umm al-Quran
    Ummul Quran adalah ‘Induk Al-Quran’. Banyak berpendapat yang mempunyai erti Ummul Quran ini. Sesetengahnya mengatakan adalah kerana Al-Fatihah ini isinya dianggap sebagai keringkasan isi seluruh Al-Quran.
    Sahih al-Bukhari, Kitab al-Salah, Bab Wujub al-Qir’ah al-Fatihah fi Kulli Rakaah.
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ
    Maksudnya: “Sesiapa yang mendirikan solat namun tidak membaca Umm al-Quran, maka ia kurang, kurang, kurang tidak sempurna.”
    ‘Umm al-Quran’ di dalam hadis ini adalah merujuk kepada al-Fatihah yang merupakan bacaan wajib di dalam solat.
    .
    2. Al-Quranul Aziim
    Bacaan yang teragung’. Dinamakan bacaan agung kerana isi AL-Fatihah ini semuanya mengenai masalah yang amat besar atau agung. Sahih al-Bukhari, Kitab al-Tafsir, Bab Qawluhu Walaqad Ataina……
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ
     Maksudnya: Umm al-Kitab (Surah yang paling utama di dalam al-Quran) ialah Sab’u al-Mathani dan al-Quran al-‘Azim.
    .
    3. Fatihah al-Kitab atau Fatihatul Kitab
    Ia adalah ‘Pembuka KItab’. Sahih al-Bukhari, Kitab al-Azan, Bab Wujub al-Qir’ah li al-Imam wa al-Ma’mum.
    عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
     Maksudnya: Tidak sah solat yang tidak dibacakan di dalamnya dengan Fatihah al-Kitab.
    .
    4. As Sab‘u al-Mathani
    Assab’ul Mathani (Tujuh yang berulang-ulang) adalah merujuk kepada 7 ayat iaitu Surah al-Fatihah yang dibaca berulang-ulang, baik ketika membaca Al-Quran, di dalam solat atau di luar solat..
    وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعاً مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ
     Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Quran yang agung. (Surah al-Hijr: 87)
    .
    5.  Al-Hamdu
    ‘Surah Pujian’ kerana isinya penug dengan pujian kepada Tuhan. Allah menyebut dalam surah ini pada ayat ke dua sebagai:
    الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Segala puji selayaknya bagi Allah, tuhan sekalian alam. (Surah al-Fatihah: 2)
    .
    6. Al-Ruqyah
    ‘Surah Jampi atau berubat’ kerana dengan surah ini dapat menyembuhkan berbagai-bagai penyakit. Kitab al-Salam, Bab al-Dalil ‘ala Dukhul Tawaif Min al-Muslimin al-Jannah Bighayr Hisab wa la ‘Azab.
    عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوا فِي سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ
    Sesungguhnya beberapa orang dari kalangan sahabat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam berada dalam perjalanan yang jauh dan berhenti untuk istirehat di salah sebuah perkampungan Arab lalu mereka meminta dijamu oleh penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mahu menerima mereka. Tetapi ada yang bertanya,“Apakah ada di antara kamu yang boleh menjampi?” Kerana ketua atau penghulu kampung kami terkena sengat. Salah seorang dari para sahabat menjawab, “Ya, ada”. Lalu beliau menemui ketua kampung tersebut dan menjampinya dengan surah Al-Fatihah. Kemudian ketua kampung itu sembuh.
    Oleh kerana al-Fatihah berfungsi sebagai ruqyah (jampi menggunakan al-Quran dan sunnah), maka ia juga turut dikenali sebagai al-Ruqyah.
    .
    .

    Sebahagian Lagi Nama Al-Fatihah

    Ringkasan sebahagian daripada nama-nama lain bagi surah al-Fatihah adalah :
    .
    7.  Ummul Kitab
    ‘Induk Kitab’. Begitu juga nama ini terdapat di dalam banyak hadis. Ummul Kitab diertikan bahawa Al-Fatihah mengandungi semua soalan yang terdapat di dalam Al-Quran iaitu ketuhanan, alam akhirat, ibadah dan sejarah-sejarah ilmu pengetahuan politik, sosial dan masyarakat.
    8. Al-Wafiah
    ‘Mencakupi’. Kerana isinya mencakup seluruh Al-Quran dan meliputi keterangan-keterangan tentang Allah SWT dan keterangan tentang manusia.
    9. Al-Waqiah
    ‘Menjaga’. Orang-orang yang membacanya dari berbagai-bagai bahaya dan penyakit. Dalam hal ni banyak fadilatnya yang disebut di dalam hadis, juga menjadi amalan harian orang-orang yang soleh.
    10. Al-Kanzu
    ‘Perbendaharaan’. Tempat yanq penuh dengna barang-barang yang berharga. Tentu sahaja kerana semua isi dari Al-Fatihah adalah ibarat barang-barang yang sangat mahal harganya.
    11. Al-Kafiah
    ‘Memadai’ kerana Al-Fatihah ini mencakupi semua ayat-ayat dalam Al-Quran dan ayat-ayat ini tidak seperti Al-Fatihah ini.
    12. Al-Asas
    ‘Sendi atau dasar’ kerana dia dianggapnya sebagai asas dari Al-Quran dan ayat BISMILLAH  HIRRAHMAN NIRRAHIM di anggap sebagai dasar dari Al-Fatihah.
    13. Fatihahtul Quran
    ‘Pembuka Al-Quran’ kerana letaknya di permulaan Al-Quran atau boleh juga diertikan sebagai pintu masuk ke Al-Quran.
    14. Suratan Nur
    ‘Surah cahaya’ kerana surah ini banyak membawa nur dan penerangan kepada manusia.
    15. Suratul Syukri
    ‘Surah Syukur’ kerana isinya penuh dengan syukur kepada Allah SWT.
    16. Suratul Hamdil’ulla
    ‘Surah pujian pertama dan tertinggi’.
    17. Suratul Hamdil Qasywaa
    ‘Surah pujian terakhir.’
    18.Suratus Syifa’
    Surah yang mengandungi kesembuhan (Ubat).
    19. Suratus Syafiyah
    Surah yang menyembuhkan.
    20. Suratus Solah
    Surah yang dibaca tiap-tiap solat.
    21. Suratul Doa
    Surah yang berisi doa. Tiap-tiap kali kita baca surah ini bererti kita berdoa terhadap Allah SWT.
    22. Suratut Talab
    Surah yang berisi tuntutan (permohonan).
    23. Suratus Soaal
    Surah yang berisi permintaan.
    24. Suratul Munajat
    Surah yang berisi bisikan terhadap Allah SWT.
    25. Suratul Tafwidh
    Surah yang berisi penyerahan kepada Allah SWT.
    26. Suratul Mukafaah
    Surah imbangan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai imbangan terhadap harta benda orang lain “hadis”.
    27. Afdalus Suwaril Quran
    Surah yang terbaik dalam Al-Quran.
    28. Akhirus Suwril Al-Quran
    Surah penutup Al-Quran.
    29. A’azamu Suwaril Quran
    Surah terbsesar dalam Al-Quran.
    30. Suratul Minnati
    Surah yang mengandungi cita-cita.
    31. Suratul Mujziyyah
    Surah yang memberi balasan.
    32. Suratul Munjiyyah
    Surah yang membebaskan manusia dari berbagai-bagai kesulitan.
    33. Suratus Saqalan
    Surah jin dan manusia.
    34. Suratul Majma’il Asma’
    Surah yang mengandungi nama-nama Allah SWT.

    Khazanatul-Asrar :Ustaz Muhammad Hakky an-Nazily)
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

    SOLIDARITI MENERUSKAN PERJUANGAN

    INI ZAMANNYA