الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء و المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين

أهلا وسهلا بكم

إذا كانت هذه زيارتك الأولى للمنتدى، فيرجى التفضل بزيارة صفحة التعليمات كما يشرفنا أن تقوم بالتسجيل ، إذا رغبت بالمشاركة في المنتدى، أما إذا رغبت بقراءة المواضيع والإطلاع فتفضل بزيارة القسم الذي ترغب أدناه.

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله يقول: "إن إبليس قال لربه: بعزتك وجلالك لا أبرح أغوي بني آدم مادامت الأرواح فيهم - فقال الله: فبعزتي وجلالي لا أبرح أغفر لهم ما استغفروني"



اللّهم طهّر لساني من الكذب ، وقلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، وبصري من الخيانة ,, فإنّك تعلم خائنة الأعين ,, وما تخفي الصدور

اللهم استَخدِمني ولاَ تستَبدِلني، وانفَع بيِ، واجعَل عَملي خَالصاً لِوجهك الكَريم ... يا الله


اللهــم اجعل عملي على تمبـلر صالحاً,, واجعله لوجهك خالصاً,, ولا تجعل لأحد فيه شيئاً ,, وتقبل مني واجعله نورا لي في قبري,, وحسن خاتمة لي عند مماتي ,, ونجاةً من النار ومغفرةً من كل ذنب

يارب يارب يارب

    KEMASKINI

    _

    _
    ALLAHUMMA YA ALLAH BERIKANLAH KEJAYAAN DUNIA AKHIRAT PADAKU , AHLI KELUARGAKU DAN SEMUA YANG MEMBACA KARYA-KARYA YANG KUTULIS KERANA-MU AAMIIN YA RABBAL A'LAMIIN “Ya Allah, maafkanlah kesalahan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa-dosa kedua ibu bapa kami, saudara-saudara kami serta sahabat-sahabat kami. Dan Engkau kurniakanlah rahmatMu kepada seluruh hamba-hambaMu. Ya Allah, dengan rendah diri dan rasa hina yang sangat tinggi. Lindungilah kami dari kesesatan kejahilan yang nyata mahupun yang terselindung. Sesungguhnya tiadalah sebaik-baik perlindung selain Engkau. Jauhkanlah kami dari syirik dan kekaguman kepada diri sendiri. Hindarkanlah kami dari kata-kata yang dusta. Sesungguhnya Engkaulah yang maha berkuasa di atas setiap sesuatu.”

    Ashabus Sabti

    Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 65 dan 66 :
    وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَ‌دَةً خَاسِئِي
    فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِي

    “Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui (bagaimana buruknya akibat) orang-orang di antara kamu yang melanggar (larangan) pada hari Sabtu, lalu
    Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina". “Maka Kami jadikan apa yang berlaku itu sebagai suatu hukuman pencegah bagi orang-orang yang ada pada masa itu dan orang-orang yang datang kemudian, dan suatu pengajaran bagi orang-orang yang (hendak) bertaqwa.”


    Negeri yang terletak di tepi laut Merah antara negeri Mesir dan Makkah. Merupakan sekelompok kaum Yahudi yang menjadi umat Nabi Musa as. Namun ada juga pendapat Ashabus Sabti adalah kaum dari keturunan Bani Israil pada zaman Nabi Daud a.s. Ashabus Sabti telah mendirikan satu tembok tinggi untuk memisahkan antara mereka.
    Firman Allah dalam surah Al-Baqarah

    إن الذين آمنوا والذين هادوا والنصارى والصابئين من آمن بالله واليوم الآخر وعمل صالحا فلهم أجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون

    Maksud الصّابِئِينَ : Para ulama berselisih pandangan mengenainya:

    1. Berkata Sufian At-Thauri: Mereka ialah satu kaum antara majusi, yahudi dan nasara yang tidak punya agama.
    2. Berkata ishak bin Rahawaih: Mereka adalah satu golongan daripada ahli kitab yang membaca kitab zabur.
    3. Pengikut agama nabi Nuh
    4. Penyembah malaikat dan bintang
    B) Bani Israil yang meminta untuk bercakap dengan Allah telah diangkat gunung atas mereka lalu ditunjukkan kekuasaan Allah dan matilah mereka semua, kemudian dihidupkan.
    c)Ashabus sabt-mereka telah ditukar menjadi kera kerana melanggar larangan  pada hari Sabtu.
    Menurut Ibn Abbas, mereka tidak makan, tidak minum dan tidak melahirkan keturunan dan cuma hidup tak lebih 3 hari


     Ibnu Katsir rahimahullahu dalam Al-Bidayah wan Nihayah menambahkan, antara Madyan dan Thur. Negeri yang subur dengan kurma dan hasil laut berupa ikan yang berlimpah. Kota ini merupakan batas pertama wilayah Hijaz. Penduduknya terdiri dari berbagai Ras. Kota ini bersempadanan dengan kerajaan Romawi zaman dahulu. Negeri ini pula yang diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
    وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُونَ لاَ تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
    “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raf 163)
    Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan Nabi-Nya bertanya kepada orang-orang Yahudi di Madinah, tentang saudara-saudara mereka yang dahulu mengingkari perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka diterpa azab tiba-tiba kerana perbuatan dan tipu muslihat (hiyal) mereka dalam mengingkari perintah, serta mentahdzir mereka agar jangan menyembunyikan sifat-sifat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tercantum dalam kitab mereka, agar mereka tidak terkena apa yang telah dialami oleh para pendahulu mereka. Mereka adalah penduduk Aylah (Elat).
    Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dikisahkan sebuah riwayat dari  Abdur Razzaq mengatakan, telah mencerita kan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Ikrimah yang mengatakan, "Pada suatu hari aku pernah datang kepada Ibnu Abbas. Saat itu Ibnu Abbas sedang menangis, dan tibatiba ternyata ia sedang memegang mushaf di pangkuannya. Maka aku merasa segan untuk mendekat kepadanya. Aku masih tetap dalam keadaan demikian (menjauh darinya) hingga pada akhirnya memberanikan diri untuk maju dan duduk di dekatnya, lalu aku bertanya, 'Hai Ibnu Abbas, apakah yang membuatmu menangis? Semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.' Ibnu Abbas menjawab, 'Karena lembaran lembaran ini ' ." Ikrimah melanjutkan kisahnya, 'Ternyata lembaranlembaran yang dimaksud adalah surat AlA'raf. Lalu Ibnu Abbas bertanya, 'Tahukah kamu kota Ai lah?' Aku menjawab, 'Ya. ' Ibnu Abbas berkata bahwa dahulu pada kota itu tinggallah suatu kabilah Yahudi yang digiring ikanikan kepada mereka pada hari Sabtu, kemudian pada hari yang lainnya ikanikan itu menyelam ke dalam laut, sehingga mereka tidak dapat lagi menangkapnya kecuali setelah mereka menyelam dan bersusah payah. Pada hari Sabtu ikan-ikan itu datang kepada mereka terapung di permukaan air laut, kelihatan putihputih lagi gemukgemuk, seakanakan seperti perak seraya membolakbalikkan punggung dan perutnya di pinggir laut tempat mereka tinggal. Mereka tetap menahan diri seperti demikian selama beberapa waktu. Kemudian setan membisikkan mereka seraya mengatakan sesungguhnya kalian hanya dilarang memakannya saja pada hari Sabtu. Karena itu, tangkaplah oleh kalian ikanikan tersebut pada hari Sabtu dan memakannya di harihari yang lain. Segolongan orang dari mereka mengatakan demikian, seperti yang dibisikkan oleh setan; sedangkan segolongan yang lainnya mengatakan, 'Tidak, bahkan kalian tetap dilarang memakan dan menangkap serta memburunya pada hari Sabtu.' Mereka dalam keadaan demikian (berdebat) selama beberapa hari hingga datanglah hari Jumat berikutnya. Maka pada keesokan harinya ada segolongan orang dari mereka berangkat menuju ke tepi pantai bersama dengan anakanak dan istriistri mereka (untuk menangkap ikan), sedangkan segolongan yang lainnya —yai tu golongan yang kanan— mengisolisasi diri dan menjauh dari mereka; dan segolongan yang lainnya lagi
    —yaitu golongan kiri— memisahkan diri, tetapi diam, tidak melarang. Golongan kanan mengatakan, 'Celakalah kalian ini dari siksa Allah. Kami telah melarang kalian, janganlah kalian menjerumuskan diri kaitan ke dalam siksaan Al lah. ' Lalu golongan kiri mengatakan (kepada golongan kanan), seperti yang disebutkan oleh firmanNya: لِمَ تَعِظُونَ قَوۡمًا‌ۙ ٱللَّهُ مُهۡلِكُهُمۡ أَوۡ مُعَذِّبُہُمۡ عَذَابً۬ا شَدِيدً۬ا Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang keras? (Al A'raf: 164) Golongan kanan menjawab, seperti yang dikisahkan oleh firmanNya: مَعذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka betaqwa (al-A'raf: 164) Yakni agar mereka menghentikan perburuan ikan di hari Sabtu. Jika mereka mau menghentikannya, maka hal tersebut lebih kami sukai agar mereka tidak terkena azab Allah dan agar mereka tidak dibinasakan. Dan jika ternyata mereka tidak mau menghentikan perbuatannya, maka alasan kami cukup kuat kepada Tuhan kalian (untuk melepas tanggung jawab). Akan tetapi, mereka yang dilarang tetap melakukan pelanggaran itu. Maka golongan kanan berkata, 'Hai musuhmusuh Atlah, demi Allah, sesungguhnya kalian telah melanggar, sesungguhnya kami akan datang malam ini ke kota kalian. Dan demi Allah, kami tidak akan melihat kalian pada pagi harinya melainkan kalian telah ditimpa oleh gempa atau kutukan atau sebagian dari azab yang ada di sisi Allah.' Ketika pagi harinya tiba, golongan kanan mengetukngetuk pintu perkampungan mereka, tetapi tidak dibuka; dan golongan kanan menyeru mereka, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya golongan kanan mengambil tangga, dan seorang lelaki dari golongan kanan menaiki tangga itu dan berada di atas tembok kampung tersebut. Latu ia melayangkan pandangannya ke seluruh perkampungan itu, kemudian berkata, 'Hai hambahamba Allah, yang ada hanyalah kerakera. Demi Allah, kerakera itu meloncat loncat seraya mengeluarkan suara jeritannya, semuanya mempunyai ekor' ." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka (golongan kanan) membuka pintu gerbangnya dan masuklah mereka ke dalam perkampungan itu. Kerakera tersebut mengenal saudara mereka dari kalangan manusia, tetapi yang menjadi saudara mereka dari kalangan manusia tidak mengenal kerakera itu. Lalu kerakera itu masing masing mendatangi familinya dari kalangan manusia seraya menciumi pakaiannya dan menangis. Maka saudara nya yang manusia itu berkata, 'Bukankah saya telah melarang kalian melakukan hal ini? Maka si kera menjawab dengan anggukan kepala yang berarti mengiakan. Kemudian Ibnu Abbas membaca kan firmanNya: فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُڪِّرُواْ بِهِۦۤ أَنجَيۡنَا ٱلَّذِينَ يَنۡہَوۡنَ عَنِ ٱلسُّوٓءِ وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابِۭ بَـِٔيسِۭ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orangorang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orangorang yang zalim siksaan yang keras. (AlA'raf: 165) Selanjutnya ia mengatakan, "Maka saya melihat bahwa orangorang yang melarang perbuatan jahat itu telah diselamatkan, sedangkan saya tidak melihat golongan lainnya (yang tidak terlibat) disebutkan. Dan memang kita pun sering melihat banyak hal yang tidak kita sukai, tetapi kita tidak dapat mengatakan apaapa terhadapnya."
    Dahulu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu untuk hari Jum’at. Tapi mereka mengatakan: “Kami akan berusaha untuk hari Sabtu, karena Allah selesai mencipta pada hari Sabtu.”
    Akhirnya ditetapkanlah bagi mereka hari Sabtu. Konon, mereka masih berpegang dengan ajaran Taurat dalam menghormati hari Sabtu di masa itu. Waktu itu, mereka diharamkan melakukan usaha dalam bentuk apapun. Sementara ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang dan aman tanpa diganggu sedikitpun. Tapi pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi.
    Melihat hal ini, merekapun melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang tali, jaring dan perangkap serta menggali lubang ke arah tempat air yang sudah mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Sehingga kalau ikan-ikan itu sudah berada di dalam lubang itu, mereka tidak dapat keluar lagi untuk kembali ke laut. Mereka pun memasangnya pada hari Jum’at. Ketika ikan-ikan datang dan terperangkap pada hari Sabtu, mereka menutup jalur menuju laut sehingga ikan-ikan itu terperangkap. Setelah lewat hari Sabtu, mereka mengambil ikan-ikan tersebut.
    Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala murka dan melaknat mereka karena perbuatan yang mereka lakukan untuk melanggar perintah-Nya serta apa yang diharamkan-Nya dengan sebuah tipu muslihat (hiyal). Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa, padahal mereka telah melakukannya.
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengisahkan kejadian tersebut: ﮫ (Dan tanyakanlah kepada mereka), yakni Bani Israil, عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ (tentang negeri yang terletak di dekat laut); di tepi pantai, tentang pelanggaran yang mereka lakukan serta hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ditimpakan atas mereka, إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ (ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu), padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan mereka agar mengagungkan dan menghormati hari tersebut dan jangan berburu apapun juga. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala uji mereka dengan datangnya ikan-ikan kepada mereka يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا (terapung-apung di permukaan air di hari Sabtu itu), demikian berlimpah, terapung di permukaan laut. وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُونَ ﯠ (dan di hari-hari yang bukan Sabtu), لاَ تَأْتِيهِمْ ﯣ (ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka), mereka berenang di dalam laut hingga tidak terlihat seekor ikanpun. كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik). Jadi, kefasikan merekalah yang menyebabkan mereka diuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seandainya mereka tidak melanggar ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala maafkan mereka, tidak menghadapkan mereka kepada bala dan kejelekan.
    Akhirnya, mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkapnya. Setelah ada sebagian dari mereka menangkap ikan-ikan tersebut, terpecahlah mereka menjadi tiga; sebagian melakukannya, sebagian lagi mengingkari perbuatan mereka itu, dan yang lain tidak mengerjakan, tidak pula mencegah, tapi mereka mengingkari perbuatan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:
    وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا
    Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” (Al-A’raf: 164)
    Seolah-olah mereka hendak menyampaikan kepada orang-orang yang mencegah itu: “Apa gunanya nasihat/peringatan buat orang yang melanggar apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mau memerhatikan (nasihat) orang yang memberi nasihat? Bahkan terus-menerus dalam pelanggaran serta sikap melampaui batasnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu mengazab mereka, apakah dengan membinasakan mereka atau dengan siksaan yang berat.”
    Orang-orang yang mencegah perbuatan tersebut berkata: “Kami menasihati dan melarang mereka itu:
    مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
    “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Rabb kamu.” (Al-A’raf: 164)
    Yaitu terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada kami dalam ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, karena takut akan azab-Nya. وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (Dan supaya mereka bertakwa), yakni agar mereka mau meninggalkan kemaksiatan yang mereka lakukan tersebut sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi mereka dari azab-Nya dan memaafkan mereka kalau mereka bertaubat, serta menunjuki mereka lalu beramal sesuai dengan perintah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ
    “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka.” (Al-A’raf: 165) Yakni tatkala mereka tidak mau memerhatikan orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan buruk tersebut, bahkan terus menerus tenggelam dalam penyelewengan dan pelanggaran,
    أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ
    “Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat.” (Al-A’raf: 165) Yaitu orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar; Kami selamatkan dari azab. Demikianlah ketetapan (sunnah) Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya; apabila siksaan itu turun, selamatlah orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا
    “Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim.” Yaitu mereka yang melakukan pelanggaran di hari Sabtu tersebut.
    بِعَذَابٍ بَئِيسٍ
    “Siksaan yang keras,” yang menyakitkan.
    بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
    “Disebabkan mereka selalu berbuat fasik.”
    Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan azab yang ditimpakan kepada mereka itu dengan firman-Nya:
    فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
    “Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: ‘Jadilah kamu kera yang hina’.” (Al-A’raf: 166) Adapun kelompok lain yang menegur orang-orang yang mencegah/melarang perbuatan itu sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
    وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللهُ مُهْلِكُهُمْ
    “Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka?’.”
    Para ulama berbeda pendapat tentang kelompok ini, apakah mereka selamat atau juga ikut binasa. Ada yang mengatakan mereka termasuk yang selamat dari azab Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapula yang mengatakan mereka juga menerima azab. Secara lahiriah, mereka selamat. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala khususkan kebinasaan itu hanya menimpa orang-orang yang zalim, dan Dia tidak menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim. Sehingga ini menegaskan bahwa hukuman itu hanya khusus menimpa orang-orang yang melanggar larangan di hari Sabtu. Di samping itu, karena amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu kifayah; jika sudah ada yang menjalankan maka gugurlah dari yang lain. Jadi, mereka mencukupkan diri karena sudah adanya peringatan dan nasihat dari yang lain. Bahkan ternyata, mereka juga mengingkari perbuatan tersebut, melalui ucapan mereka dalam ayat ini:
    لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا
    “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”
    Mereka tampakkan kemarahan terhadap para pelaku maksiat itu, di mana sikap ini menegaskan betapa besar kebencian mereka terhadap perbuatan orang-orang itu, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghukum mereka dengan hukuman yang sangat berat. Demikian pula menurut Ibnu Katsir rahimahullahu, yang benar adalah pendapat pertama, bahwa kelompok yang hanya mengingkari saja, juga selamat. Kepada pendapat inilah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma rujuk, setelah dia berdiskusi dengan maula-nya, ‘Ikrimah rahimahullahu.
    Ceritanya, ketika ‘Ikrimah menemui Ibnu ‘Abbas, dia melihat Ibnu ‘Abbas sedang menangis. Lalu dia bertanya apa yang menyebabkannya menangis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menunjukkan ayat-ayat ini kepadanya seraya berkata: “Tahukah engkau negeri Aylah?” “Ya,”kata ‘Ikrimah.
    Kata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Ada segolongan Yahudi di sana, datang kepada mereka ikan yang banyak pada hari Sabtu, gemuk-gemuk. Tapi di luar hari Sabtu, mereka tidak mampu menangkapnya kecuali dengan susah payah. Ketika mereka dalam keadaan demikian, setan membisikkan bahwa mereka dilarang memakannya hanya pada hari Sabtu, maka tangkaplah pada hari itu dan makanlah di hari yang lain.”
    Akhirnya, satu kelompok berpendapat seperti ini, dan yang lain melarang dan mencegah: “Kalian itu dilarang untuk menangkap dan memakannya pada hari Sabtu.” Setelah itu Ibnu Katsir rahimahullahu menguraikan kisah seputar tipu muslihat yang mereka lakukan lalu berkata: “Kemudian Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma membaca ayat ini:
    فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ
    “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras.” (Al-A’raf: 165) Lalu beliau radhiyallahu ‘anhumaberkata: “Saya lihat, orang-orang yang melarang itu selamat, tapi saya tidak melihat yang lain disebut-sebut. Sementara kita juga melihat banyak hal yang kita ingkari dan tidak mengatakan apa-apa.” Sayapun berkata: “Semoga Allah jadikan aku tebusanmu. Tidakkah engkau lihat bahwa mereka juga membenci dan menyelisihi apa yang dilakukan orang-orang yang melanggar tersebut? Bahkan mereka mengatakan (sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut):
    لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللهُ مُهْلِكُهُمْ
    “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka?” Kemudian, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhumamemberinya dua helai kain tebal. Demikian pula riwayat Mujahid dari beliau.
    1 Inilah yang masyhur, meskipun sebagian ulama ada yang tidak memastikan bahwa nama negeri itu adalah Aylah. Yang jelas, dia adalah sebuah kota pantai (di Laut Merah). Sekarang lebih dikenal dengan nama Teluk Aqabah.
    Perbezaan Ulama’ Tentang Perubahan Bentuk
    Ayat di atas  memberikan ancaman kepada orang-orang Yahudi yang masih ada saat diturunkan Al Qur’an maupun bagi orang-orang setelahnya yang mengingkari Rasulullah Saw. dan menyimpangkan firman Allah dari tempatnya hingga Allah memberikan hukuman kepada mereka sebagaimana Dia stelah memberikan hukuman kepada orang-orang Yahudi yang melanggar perintah-Nya ketika mereka dilarang dari menjaring (ikan) pada hari sabtu yang kemudian mereka melakukan trik dan membolehkan menjaring sehingga hukuman bagi mereka adalah dirubah bentuk mereka oleh Allah menjadi monyet dan babi yang menjadikan mereka hina dan dimurkai. Dalam hal ini, dikalangan mufasir terdapat dua pendapat tentang makna al-maskhu (merubah bentuk) apakah ia perubahan bentuk yang bersifat fisik ataukah perubahan maknawi, artinya apakah perubahan orang-orang yang melampaui batas itu menjadi monyet dan babi itu adalah perubahan yang hakiki ataukah hanya perubahan di dalam prilaku mereka sehingga prilaku mereka seperti monyet dan babi yang mengalihkan kemuliaan mereka sebagai manusia kepada kehinaan bagi mereka seperti monyet dan babi ? Sedikit dari para mufasir yang mengatakan bahwa ia adalah perubahan maknawi. Di dalam Tafsir al Qurthubi disebutkan bahwa pendapat seperti ini diriwayatkan dari Mujahid didalam menafsirkan ayat ini yaitu   perubahan pada hati mereka dan pemahaman mereka berubah seperti pemahaman monyet dan tidak ada lagi mufasir yang mengatakan hal ini selainnya, sepengetahuan ku. Pendapat Mujahid dan kelompok yang menyatakan bahwa yang dimaksud dirubah menjadi babi dan kera adalah secara maknawi bukan hakiki, adalah sangatlah lemah, karena ayatnya berbunyi"jadilah kalian kera yang hina", jika anggapan mereka benar, maka otomatis ayatnya "maka jadilah kalian seperti kera yang hina". Seperti ayat berikut ini. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidah nya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.(Qs al-‘arof[7]:176) Sementara kebanyakan dari mufasir mengatakan bahwa perubahan itu berupa fisik. Dan mereka yang mengatakan hal ini pun telah berselisih, apakah mereka berketurunan setelah dirubah ataukah tidak berketurunan ? Al Qurhubi menjelaskan bahwa para ulama telah berselisih tentang orang-orang yang telah dirubah itu apakah mereka berketurunan menjadi dua pendapat : 1. Al- Zajjaj mengatakan bahwa sekelompok ulama ada yang mengatakan boleh dikatakan bahwa monyet-monyet itu berasal dari mereka, pendapat ini dipilih oleh al Qodhi Abu Bakar bin al Arabiy. 2. Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa orang-orang yang telah dirubah itu tidaklah berketurunan dan bahwasanya sebelum mereka sudah terdapat monyet, babi atau yang lainnya. Sedangkan orang-orang yang telah dirubah oleh Allah telah binasa, punah dan mereka tidaklah memiliki keturunan karena mereka ditimpa kemurkaan dan adzab sehingga mereka tidak bisa hidup di dunia lebih dari tiga hari. Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang yang telah dirubah tidaklah bertahan hidup lebih dari tiga hari, tidak makan, tidak minum dan tidak berketurunan. Ibnu Athiyah mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Nabi saw yang menyebutkan bahwa orang-orang yang telah dirubah itu tidaklah berketurunan, tidak makan, tidak minum dan tidak hidup lebih dari tiga hari. Al Qurthubi mengatakan bahwa inilah yang benar dari kedua pendapat tersebut. Para ulama yang berpendapat bahwa orang-orang yang telah dirubah itu tetap hidup dan berketurunan berargumentasi dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,"Suatu umat dari Bani Israil telah lenyap dan tidak diketahui apa yang telah dilakukannya. Dan aku tidaklah melihatnya kecuali tikus. Tidakkah kalian melihatnya apabila diberikan kepadanya susu onta (maka) dia tidaklah meminumnya dan jika diberikan kepadanya susu kambing (maka) dia meminumnya." Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim Abu Said dan Jabir bahwa Nabi saw didatangkan kepadanya saw seekor biawak lalau beliau saw tidaklah memakannya dan bersabda,"Aku tidak mengetahui bisa jadi ini berasal dari abad-abad yang telah dirubah" Jumhur menjawab hal itu bahwa perkataan Rasul itu hanyalah dugaan dan kehati-hatian sebelum diwahyu kan kepadanya bahwa Allah tidak menjadikan orang-orang yang telah dirubah itu berketurunan. Dan tatkala diwahyukan kepadanya tentang hal itu maka berlalulah semua kekhawatiran tersebut dan beliau saw mengetahui bahwa biawak dan tikus bukanlah dari yang dirubah. Sepertihalnya kelompok pertama yang berargumentasi dengan apa yang diriwayatkan bahwa seekor monyet berzina kemudian berkumpullah para monyet yang melakukan perajaman terhadapnya dan terdapat seorang laki-laki yang ikut serta melakukan perajaman itu. Mayoritas ulama’pun menjawabnya dengan mengatakan bahwa riwayat tersebut tidaklah terdapat didalam "Shahih al Bukhori" akan tetapi didalam "Tarikh" nya. Sebagian orang merekayasanya sebagai yang shahih. Para perawinya tidaklah termasuk orang-orang yang bisa dipakai argumentasi. Seandainya berita itu shahih pastilah mereka dari kalangan jin karena mereka seperti manusia didalam taklif. Tidak ada taklif bagi binatang sehingga diterapkan baginya hukuman zina. Adapun dalil jumhur atas pendapat mereka adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim didalam kitab "al Qodr" bahwa Nabi saw pernah ditanya tentang monyet dan babi : Apakah dia termasuk dirubah ?’ lalu beliau menjawab," Sesungguhnya Allah tidaklah membinasakan suatu kaum atau mengadzab suatu kaum lalu menjadikan keturunan bagi mereka. Dan sesungguhnya monyet dan babi sudah ada sebelum itu." Ini nash yang jelas dan shahih diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud oleh Muslim dan terdapat nash-nash tentang memakan biawak dihadapan Nabi saw diatas hidangannya sementara beliau saw tidaklah mengingkarinya. Itu semua menunjukkan betul apa yang dipilih al Qurthubi dari dua pendapat di atas, yaitu bahwa orang-orang yang telah dirubah tidaklah berketurunan.[8] .



    Teori Darwin mengatakan bahawa manusia berasal dari kera yang berevolusi namun masih ada missing link dari temuan fosil manusia kera yang berevolusi menjadi manusia tersebut. Mungkin fosil manusia kera yang ditemukan Darwin adalah berasal dari kaum yang dikutuk ini, sehingga teori Darwin dapat terbantah. Tidak ada evolusi kera menjadi manusia dan missing link selamanya takkan ditemukan karena manusia adalah keturunan nabi Adam A.s.


    SIRAH RINGKAS
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

    SOLIDARITI MENERUSKAN PERJUANGAN

    INI ZAMANNYA