"Menjaga
akhlak yang baik serta merawat serta meningkatkan kebaikannya merupakan puncak
dari segala amal perbuatan yang pantas menempati kedudukan tertinggi di sisi
Allah dan Rasul-Nya"
Ada tiga bahagian tubuh manusia yang sangat rapat pada
perbuatan yang dapat menjerumuskannya ke dalam lembah dosa, sebagaimana fungsi
penciptaannya (yang juga) untuk perbuatan yang dapat membawanya kepada syurga, yakni mata, telinga, dan mulut.
Mulut,
yang berfungsi sebagai “juru bicara” bagi dua anggota tubuh lainnya, dianggap paling berbahaya.
Kerana mulutlah lubang pelepasan dari ungkapan mata dan telinga serta hati dan
fikiran. Sehingga ada ungkapan, “Pukulan
mulut lebih berbahaya daripada tendangan kaki dan pukulan tangan”, kerana “Bila
badan yang sakit ada
ubatnya, namun bila hati yang sakit hendak ke mana ubat
dicari”.
Dari Abu Ad-Darda‘ r.a, bahawasanya Rasulullah s.a.w
bersabda, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang hamba mukmin
pada hari Kiamat daripada kebaikan akhlak. Dan sesungguhnya Allah membenci
orang yang perkataannya keji dan kotor.” (Diriwayatkan
At-Tirmidzi). Hadis ini diriwayatkan At-Tirmidzi dalam kitab Kebaikan dan
Silaturahim : Perbuatan Baik.
Sesungguhnya akhlak yang baik itu sangat bermanfaat kelak di akhirat, jika di
dalamnya juga terdapat keimanan, sebagaimana kekufuran yang diiringi meninggalkan
ketaatan kepada Allah Yang Maha Mencipta merupakan seburuk-buruknya akhlak
manusia. Akhlak mulia menjadi salah satu faktor penunjang utama bagi
keselamatan manusia pada hari ketika amal manusia ditimbang. Allah k juga
sangat membenci orang yang selalu berkata keji dan mengucapkan kata-kata
kotor, sehingga hal itu akan membuat orang itu merugi di dunia dan akhirat.
Kebencian Allah kkepada perbuatan mulut yang demikian
itu bukan tanpa alasan. Sebab betapa bahayanya lisan manusia ketika lisannya
berucap sesuatu yang mengusik manusia lainnya. Dan banyak kejadian yang menimpa
umat manusia akibat memandang remehnya sebuah ucapan dari lisan. Dalam suatu hadits
lainnya Rasulullah s.a.w bersabda,“Keselamatan
manusia (tergantung) pada menjaga lisannya.”.
Dari Abu Umamah Al-Bahili r.a, ia berkata, “Rasulullahs.a.w
bersabda, ‘Aku menjamin suatu rumah di perkarangan syurga bagi orang yang
meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar. Aku juga menjamin suatu rumah di
tengah syurga bagi orang yang meninggalkan berbuat dusta sekalipun ia sekadar
bergurau. Dan aku juga menjamin suatu rumah di bahagian tinggi di syurga bagi
orang yang memperbagus akhlaknya.” (Diriwayatkan
Abu Dawud). Hadis ini diriwayatkan Abu Dawud dalam kitab Adab bab Akhlak yang
Baik.
Jaminan yang dijanjikan Rasulullah s.a.w, adalah jaminan yang hakiki. Hadis
ini mengutarakan ajakan dan dorongan agar seseorang meninggalkan pendapat yang
tidak membawa manfaat atau perdebatan yang (walau) sesungguhnya ia berada dalam
pihak yang benar. Begitu pula dengan berkata dusta sekalipun hanya untuk
bersenda gurau, seperti membuat cerita palsu untuk membuat orang lain bergelak
tawa. Dan berita gembiranya adalah apa yang dijaminkan Rasulullah s.a.w. Kedudukan
tertinggi dari apa yang dijaminkan Rasulullah s.a.w itu ialah bagi orang
yang memperbagus dan mempercantik akhlaknya.
Menjaga akhlak yang baik serta merawat serta meningkatkan kebaikannya
merupakan puncak dari segala amal perbuatan yang pantas menempati kedudukan
tertinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya.
Dari Jabir r.a, bahawasanya Rasulullah s.a.w
bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat duduk
bersamaku pada hari Kiamat di antara kalian adalah orang-orang yang paling baik
akhlaknya. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh duduk
bersamaku di antara kalian pada hari Kiamat adalah tsartsarun (orang-orang yang
banyak bicara), mutasyaddiqun (orang yang suka berpanjang lebar, menunjukkan
kefasihan dalam bicara), dan mutafaihiqun.’
Para sahabat berkata, ‘Ya Rasulullah, sungguh kami
tahu erti tsartsarun dan mutasyaddiqun. Tapi apakah erti mutafayhiqun?’.
Baginda menjawab, ‘Yakni orang yang angkuh, sombong,
dan berlagak menunjukkan kepandaiannya serta melemahkan pihak lain’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi). Hadis ini diriwayatkan At-Tirmidzi dalam kitab
Kebaikan dan Silaturahim bab Keluhuran Akhla.
Abdullah bin Al-Mubarak berkata: “Akhlak
yang baik sebagai keramahan dan keceriaan muka, mendermakan dan mengerahkan
segala kemampuan demi kebaikan, dan mencegah keburukan.
Maka semestinya seorang muslim menghindarkan diri dari
sifat-sifat angkuh dan sombong dalam pergaulan, terutama dalam berbicara.
Orang-orang adakalanya suka menonjolkan kealiman, kefasihan, dan kepiawaiannya dalam
merangkai kata, demi membuat manusia takjub dan tujuan duniawi lainnya. Itu
dapat menunjukkan kesombongan.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani suatu ketika
ditanya, “Wahai Imam, apa yang menyebabkan majlismu
dihadiri dan diikuti banyak orang?”.
Beliau menjawab:
"Katakanlah sesuatu yang terbit di hatimu secara jujur dan sederhana
saja. Hindari berpanjang kalam dalam menunjukkan kehebatan dirimu demi membuat
orang lain takjub".
Al-‘Aquli berkata dalam syarah kitab Al-Mashabih,
sebagaimana dikutip Ibn ‘Allan dalam kitab Dalil Al-Falihin, Hadis ini muncul kerana
orang-orang mukmin pada sisi keimanannya memang patut dihargai dan saling
mengasihi namun adakalanya mereka mengutamakan dalam sifat-sifat kebaikan dan
cabang-cabang keimanan. Yang merasa utama lalu mengunggulkan dirinya dalam
kebaikan dan membezakan yang lain dengan keburukan. Maka mereka jadi dibenci
pada sisi itu. Lalu sebahagian mereka lebih dibenci pada sebahagian yang lain.
Sehingga ada seorang yang disukai pada satu sisi namun dibenci pada sisi lain.
Inilah yang menjadi dasar Rasulullah s.a.w untuk mencintai orang-orang yang
beriman seutuhnya dan seluruhnya, terutama dari sisi keimanan mereka yang
berakhlak mulia, sebagaimana kebencian Baginda kepada mereka yang bermaksiat,
namun lebih membenci mereka yang bermaksiat dengan keburukan akhlak.”.
والله تعالى اعلم