KHABAR DI
BALIK TULANG DADA
Perjalanan
rata dan liku
Menerobos
teduhan dedaun reranting
Kekadang
tersangkut luka berbekas
Kekadang
terpancar senyum tanpa luka
Lapan
telapak kaki beriringan
Menjadi
sepuluh
Si
kereput tua melangkah hadapan
Berulang
satu dua dan tiga
Empat
yang berada di dada berganti-ganti
Kedua
tangan di belakang
Mampu
mempacul tanah
Mampu mencedok sesudu gula
Dalam
sebiji cawan kaca
Empat
yang cuma mampu melambai kecil
Terkadang
perjalanan hujan
Ada
waktunya terik membakar
Ada
kalanya sejuk menggigit
Menaiki
sebuah gunung
Hidup
dan kematian
Tergelincir
dalam marah nasihat
Terluka
dalam kata hina nista
Berkoreng
dalam caci bungkam
Lidah
dikunci tanpa jawab
Biarkanlah
berlalu
Peti
emas tersimpan
Anak
kunci tenggelam di lautan
Biarlah
badai membawa ke sana sini
Tertanam
dalam lumpur pasir lautan
Namun
masih mengingati anak kunci peti emas.
Ketika
tinggal dua telapak kaki
Mendaki
gunung berbatu
Tergelincir
ke bawah namun setengah
Mengulang
semula langkah dengan rasa tua
Poket yang kosong tanpa apa-apa
Melewati
awan kadang tiada kadang tebal
Adakalanya
hitam dan acapkali tidak kelihatan
Berselimut
malam
Lalu
kembali ke tengah gunung
Masih
dua telapak kaki
Dan
menanti yang enam
Kembali
enam tanpa ke gunung
Tidak
melewati gunung si kerepot berdiri
Namun
langkah dua telapak juga menelusuri
Dingin
kaki dan tubuh di waktu gelap
Dua
mata terbuka maka telah tiba
Enam
yang berada di kawasan sejuknya lautan
Yang
jauh di kata kereput tiada mampunya
Mendaki
semula gunung yang tadi hampir setengah
Jatuh
di setengah
Bangkit
kembali dengan telapak dua belas
Namun
kembali tergelincir jua di tengah
Terseret
menjadi setengah di setengah
Begitu
payah mendakinya
Ujian
dan dugaan tetap dilalui
Kosong
dan sembilan
Berlalu
pergi si kerepot terusir arah
Melalui
denai sendirian mencari di mana
Terkadang
di hadapan mata
Namun
terhalang duri bisa yang amat berbisa
Ada
waktunya haramlah si kerepot
Ada
waktunya halal si kerepot
Lapan
telapak sudah menjadi besar
Ada
yang memandui hidup
Ada
yang bermula hidup
Perkhabaran
dari jauh entah di mana
Ada
waktunya benar
Ada
kalanya khayal
Seabad
ditambah seangka
Ada
kenangan di tengah gunung
Telapak
kaki yang lapan masih dicari
Di
mana telapak perginya
Ke
mana arahnya
Bagaimana
keadaannya
Walau
kini telapak yang lapan bertambah dua
Tanpa
sedar barangkali tanpa terima
Telapak
yang sepuluh dari si kerepot adalah sama
Jejari
tangan adalah sama
Pun
begitu dua telapak kaki akhir
Sedang melangkah
Nantinya
akan bersama lapan di hadapannya
Mampu
mengejar lapan untuk bersama
Melangkah
menggantikan si kerepot
Sudah
berkoreng kakinya
Menjadi
pemacak bendera di atas puncak
Namun
itulah harapan
Walau
barangkali si kerepot
Tiada
jemputan atas setiap kemenangan mereka
Lahir
dari balik dada
Yang
barangkali sudah bersatu bersama tanah
Esok
atau lusanya
Apa yang
dimiliki
Sekadar dua
telapak tangan
Terangkat di
dahi
Tertunduk
kepala
Mendongak ke
langit
Walau terhalang
pepejal di hadapan
Agar sepuluh
yang di hadapan
Selamat dan
terlindung
Dari
kegelinciran sakitnya perjalanan
Menanti harapan
Bisa melangkah
walau bertatih
merangkak
Menjadi dua
belas
Di belakang.